ESKATOLOGI
By
Adi
Bambang W., M.Th
Ada tiga pandangan utama mengenai hal-hal akhir yaitu amilenialisme,
postmilenialisme dan premilenialisme.
AMILENIALISME
Defenisi Dan
Pokok Ajaran
Istilah ‘amilenial’ secara harafiah berarti ‘tidak ada
milenium’. Penganut amilenialisme merasa, bahwa kata ini merugikan pandangan
mereka sebab menyatakan, bahwa mereka yang mengikuti pandangan ini menolak
adanya seribu tahun, padahal mereka mengakui adanya seribu tahun. Maka istilah
tersebut harus dipahami sebagai tidak ada seribu tahun secara harafiah.
Paul Enns menjelaskan, bahwa, “kata ‘a’ dalam amilenialisme menegatifkan
istilah itu. Jadi amillenialisme berarti tidak akan ada millennium di masa
mendatang yang bersifat harafiah. Amilenialisme tidak menyangkali kembalinya
Kristus secara harafiah, tetapi mereka menolak pemerintahan Kristus selama
seribu tahun di dunia ini secara harafiah.”
Sedangkan menurut Ryrie, “Amilenialisme adalah suatu
pandangan mengenai akhir zaman yang berpendapat, bahwa kerajaan seribu tahun itu
tidak ada sebelum dunia berakhir. Sampai akhir dunia ini hanya ada satu
perkembangan paralel, baik kebaikan dan kejahatan, Kerajaan Allah dan Setan.
Sesudah kedatangan Kristus kedua kali pada akhir zaman ada kebangkitan secara
umum dan penghakiman untuk seluruh manusia secara umum.”
Kedatangan Kristus Kali
Kedua
Pandangan ini menjelaskan bahwa kedatangan Kristus yang
kedua kali sebagai satu peristiwa yang terjadi satu kali. Pandangan ini
percaya, bahwa kemenangan Kristus yang meyakinkan atas dosa, kematian, dan Setan
telah terjadi selama kedatangan pertama-Nya, maka pemerintahan milenial Kristus
adalah sekarang.
Anthony A. Hoekema dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman mengatakan bahwa “Amilenialisme
memahami kedatangan Kristus yang kedua sebagai satu peristiwa tunggal, dan
bukan satu peristiwa dengan dua tahap di dalamnya. Pada saat Kristus datang
kembali, akan terjadi kebangkitan umum, bagi orang-orang percaya maupun tidak.
Setelah kebangkitan, orang-orang percaya yang masih hidup pada saat Kristus kembali,
akan diubahkan dan dimuliakan. Kedua macam orang percaya ini, yaitu orang
percaya yang akan dibangkitkan dan orang percaya yang diubahkan, akan diangkat
dan bertemu dengan Tuhan di awan-awan. Setelah “pengangkatan” orang-orang
percaya ini, maka Kristus akan menyudahi kedatangan-Nya kembali dengan
melaksanakan penghakiman akhir. Sesudah itu, orang-orang yang tidak percaya
akan dicampakkan ke dalam penghukuman kekal, sedangkan orang-orang percaya akan
menikmati segala berkat di dalam langit dan bumi yang baru selama-lamanya.”
Sedangkan Milliard J. Erickson mengatakan, bahwa amilenialisme menggagaskan
bahwa selama masa seribu tahun ini, Kristus tidak akan memerintah di bumi.
Penghakiman terakhir yang besar akan langsung dilaksanakan menyusul
kedatangan-Nya kali yang kedua sehingga langsung menciptakan keadaan akhir dari
orang benar dan orang fasik.
Pandangan ini mempercayai, bahwa kedatangan Kristus yang
kedua kali sebagai peristiwa yang terjadi satu kali.
Kebangkitan Orang Mati
Penganut pandangan ini mengajarkan kebangkitan tubuh
terjadi pada akhir zaman meliputi kebangkitan orang percaya dan orang tidak
percaya Tuhan (1 Kor. 15:23; Flp. 3:20-21; 1 Tes. 4:16).
Penghakiman Terakhir
Penghakiman terjadi pada semua orang. Akan ada
penghukuman umum, karena menentukan kedudukan orang pada masa kekal. Bahkan,
malaikat pun termasuk (1 Kor. 6:2-3). Waktu penghakiman terjadi pada akhir
zaman (2 Ptr. 3:7), dan hakimnya adalah Kristus. Isi dari penghakiman adalah
“perbuatan (Mat. 25:35-40), kata-kata (Mat. 12:36) dan pikiran (1 Kor. 4:5).
Standar dari penghakiman adalah wahyu Allah (Mat. 11:20-22).
Tribulasi
Tribulasi terjadi pada masa sekarang ini.
Milenium
Kitab Wahyu 20 adalah satu-satunya bagian Alkitab yang
menjelaskan Kerajaan
Seribu tahun secara eksplisit.
Karena kitab Wahyu adalah kitab apokaliptis, maka kaum Amilenialis memandang
Alkitab sebagai suatu unit yang isinya tanpa kontradiksi, maka mereka percaya,
bahwa kitab Wahyu mengatakan secara simbolis apa yang oleh bagian Perjanjian
Baru lainnya dikatakan dalam bahasa yang jelas. Dengan kata lain, penentuan
penafsiran Kerajaan Seribu tahun dalam Kitab Wahyu tidak boleh bertentangan
dengan pengajaran eskatologi bagian-bagian lain Perjanjian Baru. Dengan prinsip
ini, maka kaum Amilenialis menafsirkan Wahyu 20 secara figuratif, menggunakan
sistem penafsiran yang dikenal sebagai Paralelisme Progresif.
Beberapa ahli yang telah mempelajari kitab Wahyu sebagai keseluruhan, menemukan
bukti kuat, bahwa hubungan antara Wahyu 20:1-10 dan Wahyu 19:11-21 adalah
kemajuan paralel. Menurut mereka, kitab Wahyu terdiri atas 7 bagian yang
berjalan paralel satu dengan yang lainnya, setiap bagian menggambarkan gereja
dan dunia dari masa kedatangan Kristus yang pertama sampai kedatangan Kristus
yang kedua.
Milliard J.
Erickson mengatakan, “Ketika
penganut amilenialisme menafsirkan seluruh Wahyu 20, para penganutnya pada
umumnya melihat amanat seluruh kitab ini. Mereka melihat Kitab Wahyu
ini terbagi atas berbagai bagian, dan angka tujuh merupakan angka yang paling
sering disebut. Ketujuh bagian ini merujuk kepada masa waktu sejarah yang
berurutan; sebaliknya, merupakan rangkuman dari jangka wktu yang sama, yaitu
jangka waktu diantara kedatangan Kristus yang pertama dengan yang kedua.
Dipercayai bahwa ditiap-tiap bagian ini penulis mengangkat tema yang sama dan
mengembangkannya. Apabila penafsiran ini memang benar, maka Wahyu 20 tidak
merujuk kepada periode terakhir dalam sejarah gereja, tetapi merupakan segi
pandangan yang khusus dari seluruh sejarah gereja. Para
amilenialisme juga mengingatkan kita bahwa Kitab Wahyu
seluruhnya penuh dengan bahasa simbolis. Mereka mengemukakan bahwa penganut
pra-milenialis yang paling fanatikpun tidak menafsirkan semua hal dalam Kitab Wahyu
secara harafiah. Misalnya cawan-cawan, meterai-meterai, dan berbagai sangkakala
itu biasanya ditafsirkan sebagai simbol. Dengan memperpanjang prinsip tafsiran
kiasan ini golongan amilenialis ini mengatakan bahwa seribu tahun dalam Wahyu
20 mungkin juga tidak harafiah. Disamping itu, mereka mengemukakan bahwa masa seribu
tahun tidak disebutkan sama sekali dalam bagian Alkitab yang lain. Timbullah
pertanyaan sekarang, kalau masa seribu tahun harus ditafsirkan sebagai simbol
dan tidak harafiah, itu melambangkan apa? Banyak penganut amilenialisme
mengutip pendapat Warfield yang mengatakan, “Angka tujuh yang kudus apabila
dikombinasikan dengan angka tiga yang sama kudusnya menghasilkan kesempurnaan
kudus yaitu angka sepuluh, dan jikalau angka sepuluh ini diberi pangkat tiga
menjadi seribu, maka penulis kitab ini sudah mengatakan segala sesuatu yang
dapat ia katakan untuk menyampaikan kepada pikiran kita gagasan kesempurnaan
mutlak.” Dengan demikian sebutan “seribu tahun” dalam Wahyu 20, merujuk kepada
kesempurnaan mutlak. Dalam ayat 2 angka ini merujuk kepada kesempurnaan mutlak.
Dalam ayat 2 angka ini merujuk kepada kesempurnaan kemenangan Kristus atas
Iblis. Dalam ayat 4 angka ini tampaknya merujuk kepada kemuliaan dan sukacita
sempurna dari orang tertebus di surga pada saat ini.
Sifat Kerajaan
Pertama. Hanya orang yang bertobat yang dapat memasuki
kerajaan Allah (Mat. 3:2; Mrk. 1:15). Kedua. Sifat Kerajaan itu adalah rendah
hati, lemah lembut (Mat.5:3-12). Ketiga. Kerajaan Allah tidak berasal dari
dunia ini dan itu berarti bukan milik dunia (Yoh. 18:36). Keempat. Kerajaan
yang dijanjikan Tuhan telah digenapi dalam gereja (Rm. 2:28-29; Gal. 3:28-29;
Flp. 3:3). Kelima. Barangsiapa percaya kepada Tuhan berbagian dalam Kerajaan
Allah. Dengan demikian, tidak ada perbedaan bangsa (Mat. 4:15-17; Luk. 2:30-32).
Keenam. Kerajaan itu memiliki hidup dan dapat bertumbuh (Mat. 13:24-30, 36-43,
47-50).
Israel dan Gereja
Tidak ada perbedaan antara Israel dan gereja. Gereja adalah Israel baru.
Sejarah Amillenialisme
a)
Origenes (180-254 AD). Origenes
menggunakan prinsip penafsiran alegori. Dalam penjelasan Kitab Wahyu 20:1-6
Origen menjelaskannya dengan prinsip alegori.
b)
Agustinus (354-430 AD). Sebelumnya Agustinus
percaya, bahwa Kerajaan
Seribu Tahun
akan terjadi secara harafiah dan mengharapkan kedatangan Kristus kali kedua
akan terjadi setelah kenaikan-Nya ke sorga. Namun, akhirnya setelah sejangka
waktu Agustinus percaya, bahwa Kerajaan Allah sudah dan sedang terjadi secara
rohani pada masa antara kedatangan kali pertama dan kedua.
c)
Marthin Luther (1483-1546 AD).
Ia menjelaskan, bahwa doktrin milenium adalah ajaran sesat (bidat), dan
merupakan konsep Yahudi.
d)
John Calvin (1509-1564 AD). Ia mengatakan,
bahwa pandangan milenium adalah pandangan kanak-kanak. Ia menjelaskan, bahwa
Kitab Wahyu 20:4, tidaklah mendukung pandangan milenium melainkan berbagai
macam kesulitan yang dialami gereja saat ini.
Metode Penafsiran
Amilenialisme
Penganut pandangan ini mempergunakan 3 (tiga) macam
metode di dalam penafsiran.
1.
Penafsiran secara arti rohani,
khususnya untuk nubuat yang tercatat dalam Kitab Wahyu. Di
dalam Kitab Wahyu
terdapat banyak penglihatan, angka, tanda dan nama yang terdapat dalam Kitab Wahyu,
dan ini perlu dijelaskan dengan hikmat rohani (Why.13:18; 17:9).
2.
Penafsiran berdasarkan struktur
ayat yang bersifat progresif parallel.
·
Bagian pertama (pasal 1-3),
menyatakan berdiamnya Kristus dalam gereja yang diwakilkan oleh simbolisme 7
kaki dian emas dan Anak Manusia di tengah-tengahnya. Gereja menyatakan terang kepada
dunia yang tinggal di dalam kegelapan.
·
Bagian kedua (pasal 4-7),
penglihatan tentang 7 (tujuh) meterai, dimana penghukuman menimpa bumi,
meskipun orang Kristen menderita dan teraniaya, kemenangan berada di tangan
Kristus.
·
Bagian ketiga (pasal 8-11), penglihatan
tentang 7 (tujuh) sangkakala. Dalam penglihatan ini gereja mendapat pembelaan
dari Tuhan.
·
Bagian keempat (pasal 12-14), seorang
wanita melahirkan anak laki-laki. Ini menunjuk kepada kelahiran Kristus. Dan
naga adalah lambang Setan, tujuan Setan adalah melahap si Anak (12:4). Gagal
melakukan hal ini setan menganiaya perempuan yang menjadi lambang gereja.
·
Bagian kelima (pasal 15-16),
menggambarkan 7 (tujuh) cawan murka menjelaskan murka Allah kepada mereka yang
tidak bertobat.
·
Bagian keenam (pasal 17-19),
menggambarkan kejatuhan dan hukuman akhir dua penolong si Naga, Binatang dan
Nabi Palsu.
·
Bagian terakhir (pasal 20-22)
menggambarkan ajal si Naga, dengan demikian melengkapi gambaran kekalahan
musuh-musuh Kristus, dan juga perwujudan langit baru dan bumi baru.
3.
Penafsiran Simbol. Di dalam
Kitab Wahyu terdapat banyak sekali kalimat yang merupakan simbol. Sebagai
contoh, 7 (tujuh) meterai, 7 (tujuh) sangkakala, 7 (tujuh) cawan, naga ular
tua, Babel, Mesir, Sodom, 666, 144.000 dan 1000 tahun, merupakan simbol, dan
tidak bisa diterjemahkan secara harafiah.
John F. Walvoord mengatakan, “Dalam penafsiran Alkitab secara ortodoks, teologi
penafsiran nubuat yang paling menonjol seja era Kristiani abad ke empat adalah
amilenium atau non-milenium. Mulai dengan Agustinus, penafsiran amilenium
berpendapaat bahwa tidak ada pemerintahan Kristus di bumi selama seribu tahun
kelak, tetapi Milenium itu sendiri merujuk kepada zaman sekaran, atau mungkin
juga seribu tahun terakhir dari zaman ini. Karena paham ini tidak mempunyai
tempat untuk penafsiran secara harfiah dari bagian-bagian yang berbau milenium,
maka sejak abad XIX paham ini dikenal sebagai paham millennium.
Penafsiran amilenium ini, dalam batas-batas teologi
ortodoks mempunyai berbagai macam penjelasan mengenai penggenapan dari
nubuat-nubuat millennium. Yang paling popular, yaitu penafsiran Agustinus,
menghubungkan Milenium dengan masa kini, sebagai kerajaan rohani yang
memerintah dalam hati orang Kristen
atau dalam bentuk kemajuan Injil dalam gereja.
Para penganut amilenium dalam abad ke XIX dan XX mengemukakan berbagai
macam penafsirn; beberapa diantaranya percaya bahwa Milenium itu telah digenapi
dalam kurun waktu antara kematian dan kebangkitan seorang Kristen.
Beberapa orang dalam abad XX percaya bahwa Milenium itu akan digenapi dalam
langit baru dan bumi baru seperti yang digambarkan dalam Wahyu 21-22. Beberapa
penganut amilenium juga mengatakan bahwa bagian mengenai millennium adalah
bagian yang bersyarat dan tidak akan digenapi karena Israel telah kehilangan imannya. Dan yang lain lagi mengemukakan bahwa kerajaan di
bumi ini digenapi dalam masa pemerintahan Salomo yang memerintah di tanah yang
dijanjikan kepada Abraham (Kej.15:8).
Dalam paham amilenium abad ke XX penafsiran Neo-ortodoks
tentang Kitab Suci harus pula dipertimbangkan. Pandangan mereka mengatakan,
bahwa kerajaan itu sedang digenapi dalam pengalaman pribadi orang Kristen.
Secara umum, para pakar Neo-Ortodoks percaya, bahwa Allah berkomunikasi
langsung kepada orang Kristen secara
adikodrati, tetapi Alkitab tidak dipandang sebagai catatan wahyu yang tidak
mengandung kesalahan.”
Pendukung Teori
Amilenialisme
Louis Berkhof
Louis Berkhof lahir pada tanggal 13 Oktober
1873 di Emmen, Propinsi
Drenthe, Negeri Belanda.
Pada saat ia berumur delapan tahun, ia dibawa ke Amerika Serikat
dan tinggal di Grand Rapids, Michigan. Pada tahun 1893, ketika ia berrumur
sembilan belas tahun, ia bersedia untuk menjadi hamba Tuhan. Ia masuk sekolah
teologi di Theological
School of the Christian
Reformed Church, yang nantinya berubah nama menjadi Calvin Theological
Seminary. Ia menerima gelar diploma tingkat collegenya pada tahun 1897 dan
tingkat seminarinya tahun 1900. Selain itu, Louis
Berkhof juga pernah studi di Princeton Theological
Seminary di bawah bimbingan professor B.B.
Warfield dan Gerhardus Vos
(1904). Pada tahun 1904, Louis
Berkhof kembali ke Grand Rapids dan menjadi
gembala di Oakdale Park Christian Reformed Church. Setelah dua tahun masa penggembalaannya,
ia mengambil program korespondensi dalam bidang filsafat di University of Chicago.
Sejak masa pelayanannya Louis
Berkhof tidak pernah memiliki
kesempatan untuk melanjutkan studi program kampus untuk memperoleh gelar
doktoralnya. Tahun 1906-1926 Louis Berkhof mengajar teologi dan Perjanjian Baru
di Calvin Seminary, ditetapkan menjadi professor teologi sistematika pada tahun
1926-1944, dan dari tahun 1931, ia menjadi presiden di seminari tersebut.
Anthony Andrew
Hoekema
Anthony Andrew Hoekema
lahir pada tahun 1913, di Drachten, Negeri Belanda dan
kemudian dibawa ke Amerika
Serikat pada tahun 1923. Ia lahir
dari keluarga Kristen Reformed dan
disegani di kalangan gereja-gereja Reformed Belanda. Mereka dengan kokoh
mempertahankan pengakuan-pengakuan iman dari gereja-gereja Reformed Belanda,
seperti Heidelberg Catechism, Belgic Confession, dan Canons of Dort. Dalam usia
yang masih muda Anthony A. Hoekema menjadi mahasiswa bidang psikologi dan
theologi. Ia belajar di Calvin College (A.B.,
1936), Denominasional School of the Christian Reformed Church dan di University of Michigan (A.M., in Psychology, 1937).
Kemudian ia melanjutkan studinya di Calvin Theological Seminary (Th.B., 1942),
Princeton Theological Seminary (1942-44); dan memperoleh gelar Th.D tahun 1953.
Ia juga pernah studi di Cambridge
University (1965-66 dan
1973-74). Sebelum mengajar teologi Antohny A. Hoekema pernah melayani di beberapa
gereja Kristen Reformed. Ia ditahbiskan pada tahun 1944 dan menjadi gembala di
Twelfth Street Christian Reformed Church di Grand Rapids, Michigan (1944-50);
Bethel Christian Reformed Church di Paterson, New Jersey (1950-54) dan Alger
Park Christian Reformed Church di Grand Rapids (1054-56). Sedangkan pengalaman
mengajarnya, dari tahun 1939-41 ia mengajar psikologi di Calvin College
dan mengajar dogmatika di Calvin Theological Seminary sejak tahun 1955. Dari
tahun 1956-1958 ia ditetapkan menjadi professor Alkitab di Calvin College; pada
tahun 1958 ia dipromosikan menjadi professor sistematik theologi di seminari,
dimana ia melayani di situ sampai tahun 1978. Ia adalah tokoh yang cukup
militan di antara teolog Reformed.
POSTMILENIALISME
Defenisi Dan
Pokok Ajaran
Istilah “postmilenialisme” berarti, bahwa Kristus akan
kembali setelah milenium.”
Menurut postmileanilisme, “dunia sekarang ini secara bertahap sedang dalam
proses untuk masuk ke dalam zaman milenium, yaitu berdasarkan semakin banyaknya
orang-orang dalam dunia ini yang bertobat melalui pemberitaan Injil.”
Milliard J.
Erickson mengatakan, “Pandangan
ini berdasarkan pada keyakinan bahwa pekabaran Injil akan berhasil sehingga
seluruh bumi akan bertobat. Pemerintahan
Kristus yang bertempat di dalam
hati manusia akan lengkap dan universal. Kalimat, jadilah kehendak-Mu, di bumi
seperti di surga,” akan terwujud. Damai sejahtera akan menang dan kejahatan
benar-benar akan dimusnahkan. Lalu pada saat pemberitaan Injil mencapai puncak
keberhasilannya Kristus akan datang kembali.”
Postmilenialisme percaya, bahwa “kedatangan Kristus akan
mengikuti milenium, yang diharapkan terjadi selama dan akhir dispensasi Injil.
Segera sesudahnya, Kristus akan datang untuk membawa segala sesuatu kepada susunan
kekal.”
sedangkan menurut Tim Lahaye
dan Jerry B. Jennkins
postmilenialisme adalah anggapan bahwa “gereja akan menginjili dunia, membuat
dunia semakin lama semakin membaik sampai pada akhirnya gereja akan membawa
masuk kerajaan.”
Milenium
Postmilenium berpendapat bahwa kedamaian yang terwujud
di dunia kelak, secara langsung bukan merupakan karya Tuhan, melainkan usaha
orang percaya.
Charles C. Ryrie, menjelaskan
bahwa, “Pertama, lamanya. Kerajaan seribu tahun, menurut pendapat penganut
postmilenium akan berupa watu atau masa yang sedemikian panjang, tidak harus
secara tepat seribu tahun. Hal ini dapat berarti juga lebih dari seribu tahun.
Permulaannya. Beberapa berpendapat bahwa kerajaan seribu tahun akan dimulai
secara berangsur-angsur, sedangkan pandangan lainnya melihat permulaan yang
tiba-tiba pada penyebaran kebenaran di seluruh dunia. Ciri-cirinya. Kerajaan
seribu tahun menurut pandangan penganut postmilenium akan menjadi saat damai,
kemakmuran, kehidupan rohani yang baik di bumi. Akan tetapi tidak semua akan
diselamatkan, juga tidak semua dosa akan dihapuskan. Namun prinsip kekristenan
akan menjadi dasar atau aturan, tidak ada pengecualian dan dosa akan dikurani
sampai hilang sama sekali. Kegiatan. Beberapa tokoh paham postmilenium mengizinkan
satu masa kemurtadan yang singkat pada akhir millennium sebelum kedatangan
Kristus.”
Sifat Kerajaan
Pertama. Sifat Kerajaan itu ialah rohani, karena Kitab Suci
menjelaskan hal itu (Yoh. 18:36). Kerajaan Allah, Kerajaan
Surga, Tubuh Kristus
(gereja), memiliki makna yang sama. Kedua. Keberadaan Kerajaan Allah dan Allah
ada pada waktu yang sama. Karena itu, keberadaan alam semesta, kehancuran
negara, kesemuanya itu merupakan sebagian pernyataan dari Kerajaan Allah (Ibr. 1:3;
Dan. 2:20-21). Ketiga. Pertumbuhan kerajaan berdasarkan pada pemberitaan Injil,
dan bergantung pada kuasa Roh Kudus. Keempat. Puncak dari keberhasilan Kerajaan
itu adalah semua orang yang ada di bumi ini dikristenkan, namun dosa masih
nampak. Pada saatnya setelah Tuhan datang mereka yang palsu dan asli akan
dipisahkan.
“Sebuah ciri yang penting lainnya dari postmilenialisme
adalah pandangannya bahwa kerajaan Allah merupakan realitas dunia pada saat
ini, dan bukan realitas surga dimasa yang akan datang. Kerajaan Allah itu ada
disini pada saat ini, dan kerajaan itu berkembang secara bertahap. Kerajaan itu
bukan sesuatu yang tidak ada pada saat ini, melainkan akan dimulai oleh sebuah
peristiwa yang besar. Kerajaan itu akan datang secara bertahap, dan hampir
tidak dapat kita lihat atau rasakan.”
Kedatangan Kristus Kali Kedua
Penganut pandangan ini menjelaskan, bahwa kembalinya
Kristus setelah milenium. George Whitefield dan Jonathan Edwards
adalah pendahulu dari kedatangan Kristus kali kedua. Kedatangan Kristus
dapat dilihat dan secara harafiah (Kis. 1:11; 1 Tes. 4:16; Why. 1:7). Akan
tetapi, waktu kedatangan-Nya tidak diketahui.
Kebangkitan Orang Mati
Postmilenialisme ini sepakat dengan golongan amilenialisme
berkaitan dengan kebangkitan. Akan ada kebangkitan secara umum baik orang yang
telah percaya Tuhan dan yang belum percaya kepada Tuhan (Dan. 12:2; Mat. 25:31-32;
Yoh. 5:28-29; Kis. 24:15; Why. 20:12-13) yang akan terjadi dalam kaitannya
dengan kedatangan Kristus kali kedua (1 Kor. 15:23-24; 1 Tes. 4:16).
Tribulasi
Tribulasi dialami pada masa sekarang ini.
Israel dan Gereja
Tidak ada perbedaan antara Israel dan gereja. Gereja adalah Israel
baru.
Penghakiman Terakhir
Pandangan postmilenialis dalam penghakiman terakhir sama
dengan pandangan amilenialisme. Pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali
akan ada kebangkitan dan penghakiman secara umum bagi semua orang (Mat. 13:37-43;
25:32), demikian juga malaikat (2 Ptr. 2:4).
Metode Penafsiran
Postmilenialisme
Penganut pandangan ini mempergunakan 3 (tiga) macam
metode di dalam penafsiran.
1.
Penafsiran secara simbol. Ada demikia banyak ayat
dalam Alkitab yang dapat dilambangkan, dan memiliki makna yang dalam. Sebagai
contoh, Kejadian 3:15 dan Yesaya 53:6.
2.
Arti rohani, yakni suatu
istilah atau kalimat yang mempunyai makna/arti rohani. Sebagai contoh, Galatia 3:29.
3.
Penafsiran Alegoris. Ada
demikian banyak ayat yang ditemukan bersifat alegoris. Sebagai contoh, Galatia
4:21-31.
Milliard J.
Erickson mengatakan, “Bagi para
penganut postmilenialisme, masa seribu tahun dalam Wahyu 20 bersifat simbolis.
Walaupun masih dipertanyakan apakah Warfield memiliki pandangan postmilenial
atau amilenial, penafsirannya mengenai masa seribu tahun telah dikutip dengan
persetujuan oleh Boettner, seorang penganut postmilenialisme yang sudah diakui.
Boettner merasa bahwa arti millennium lebih bersifat kualitatif dibandingkan
kuantitatif. Satu penafsiran adalah bahwa kebangkitan yang pertama mengacu pada
dihidupkannya kembali roh-roh dari orang-orang yang menjadi martir pada sejarah
awal gereja. Padangan lainnya adalah bahwa kebangkitan yang pertama mengacu
kepada kenaikan para martir ini ke surga, yang sekarang memerintah bersama
Kristus di dalam suatu keadaan yang kadang-kadang disebut sebagai “keadaan yang
segera”. Intinya adalah bahwa doktrin millennium tidak didasarkan pada Wahyu 20
melainkan pada bagian-bagian Kitab
Suci lainnya. Kata millennium
barangkali harus selalu dilampirkan dalam tanda baca. Akan ada periode waktu
yang lama, yang tidak tertentu pada panjangnya, dimana Tuhan akan memerintah
atas bumi. Pemerintahan ini akan dibentuk secara progresif, dan karena awal
yang bertahap ini, maka panjang yang tepat dari periode tersebut akan sulit
untuk diukur atau dihitung.”
Pendukung Teori
Postmilenialisme
Lorainer Boettner
Lorainer Boettner lahir di Northwest
Missiouri. Ia adalah tamatan dari Princeton Theological Seminary
(Th.B., 1928; Th.M., 1929). Pada tahun 1933, L. Boettner mendapat gelar
kehormatan Doctor of Divinity dan pada tahun 1957 memperoleh gelar Doctor of
Literature di sekolah yang sama. Ia mengajar selama delapan tahun di Pikeville College, Kentucky.
Augustus H.
Strong
Augustus H. Strong adalah seorang theolog Baptis, dan seorang pemikir konservatif yang
sangat berpengaruh di Amerika di akhir abad kesembilan belas dan permulaan abad
kedua puluh. A.H.
Strong lahir di Rochester, New York
pada tanggal 3 Agustus 1836. Ia menyelesaikan sarjananya di
Yale pada tahun 1857 di bawah didikan pengajaran Theodore Woolsey, James Hadley, Noah Porter,
dan George Park Fisher. Ia pernah melayani sebagai gembala di First Baptist
Church di Haverhill, Massachusetts
(ditahbiskan pada tahun 1861). A.H.
Strong menerima gelar kehormatan;
Doctor of Divinity dari Brown
University pada tahun
1870. Ia juga memperoleh Doctor of Divinity dari Yale
(1890) dan Princeton (1896), LL.D. dari Bucknell (1891) dan Alfred (1894), dan Litt.D.
dari University
of Rochester
(1912). A.H. Strong pernah melayani di American Baptist Foreign Mission Society
(1892-1895), General Convention of Baptist of North America (1905-1910), dan
Rochester Historical Society (1890).
PREMILENIASLISME
Defenisi
Premilenialisme adalah suatu pandangan yang menyatakan
bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali akan terjadi sebelum seribu tahun, dan
Krsitus akan mendirikan Kerajaan-Nya di bumi ini selama seribu tahun. Sedangkan,
J. Dwight Pentecost mengatakan premilenilisme adalah pandangan yang mengatakan,
bahwa Kristus akan datang kembali ke bumi, secara fisik dan harafiah, sebelum
kerajaan seribu tahun di mulai dan bahwa Dia melalui kehadiran-Nya sebuah
kerajaan akan dimulai di bawah pemerintahan-Nya.
Semua penganut premilenialisme percaya bahwa Kerajaan
Seribu Tahun terjadi setelah kedatangan Kristus yang kedua kali. Karena itu,
orang-orang premilenialis mengharapkan terjadinya pemerintahan oleh Kristus di
bumi selama seribu tahun segera setelah kedatangan-Nya kembali, dan sebelum
Kristus membawa orang-orang percaya ke dalam kekekalan. Pada kenyataannya,
penganut pandangan ini terbagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan metode
penafsiran serta keyakinan masing-masing pandangan terhadap peristiwa
pengangkatan gereja.
Pandangan Gereja Mula-Mula
Pandangan premilenialisme merupakan pandangan yang
paling berpengaruh di bagian awal sejarah gereja. Orang Kristen
selama tiga abad meyakini Kristus akan segera datang.
Henry C. Thiessen mengatakan, “Gereja mula-mula pada umumnya berpandangan
pra-milenial. Eskatologi belum disusun secara bersistem pada mulanya, namun
beberapa naskah kuno yang masih ada dapat dipergunakan untuk mendukung
kenyataan bahwa selama tiga abad pertama dari gereja, pandangan
pra-milenialisme dianut dimana-mana. Papias, yang meninggal sekitar tahun 155
TM, menulis bahwa “akan ada kerajaan seribu tahun setelah kebangkitan dari
antara orang mati, ketika pemerintahan pribadi Kristus akan didirikan di bumi
ini. Ia juga menulis, “Akan datang hari-hari ketika pohon-pohon anggur akan
tumbuh dengan subur, masing-masing dengan sepuluh ribu carang, dan setiap
carang akan memiliki sepuluh ribu ranting, dan dalam tiap ranting ada sepuluh ribu
tunas, dan di dalam setiap tunas terdapat sepuluh ribu tandan dan pada setiap
tandan akan ada sepuluh ribu anggur, dan bila setiap buah anggur diperas akan
menghasilkan sekitar 851 liter air anggur. Sekalipun pernyataan ini terlalu
dilebih-lebihkan, jelas sekali itu menunjukkan kepercayaan akan kerajaan seribu
tahun. Barnabas yang menulis sekitara tahun100 TM,
menyamakan sejarah dunia dengan enam hari penciptaan dan satu hari istirahat.
Setelah enam hari, yang ditafsirkannya sebagai enam ribu tahun, Kristus akan
datang kembali dan “menghancurkan masa orang fasik, menghakimi orang yang tidak
beriman, mengubah matahari, bulan dan bintang-bintang, dan setelah itu Ia akan
betul-betul beristirahat pada hari yang ketujuh.” Barnabas
selanjutnya mengatakan bahwa hari kedelapan adalah permulaan suatu dunia yang
baru. Yustinus martir (sekitar 110-165 TM) menulis, “Saya dan orang-orang lain,
yang merupakan orang Kristen
berpikiran sehat dalam segala hal, sangat yakin bahwa akan ada kebangkitan
orang mati, masa seribu tahun di Yerusalem, yang
pada saat itu akan dibangun, dihiasi dan diperluas. Seorang pengarang yang
lebih kemudian lagi bernama Tertulianus (sekitar 150-225 TM), menyatakan, “Kita
mengetahui bahwa suatu kerajaan di bumi telah dijanjikan kepada kita, sekalipun
belum kita ke surga, hanya dalam eksistensi yang lain; karena kerajaan ini akan
ada setelah kebangkitan selama seribu tahun di kota Yerusalem yang dibangun oleh Allah
sendiri.” Selanjutnya ia menulis bahwa setelah seribu tahun berlalu “akan
terjadi penghacuran dunia dan segala sesuatu akan dibakar pada saat
penghukuman.” Sejarawan terkenal, Philip Schaaff, mengatakan, “Pokok yang
paling menonjol dari eskatologi zaman pra-Nicea ialah pandangan chiliasme, atu
milenarianisme . . . Paham ini memang bukan merupakan doktrin gereja yang masuk
dalam pengakuan iman atau bentuk ibadat yang resmi, tetapi merupakan pendapat
yang dianut secara luas oleh guru-guru Alkitab yang terkenal.”
Sedangkan William W. Menzies dan Stanley M. Horton mengatakan, bahwa “Gereja mula-mula
menantikan kedatangan Kristus kembali untuk mendirikan kerajaan-Nya dan
memerintah di Yerusalem sebagai ahli waris sejati yang terakhir dari takhta
Daud. Mereka menerima janji Yesus secara harafiah bahwa 12 rasul itu akan duduk
di dua belas takhta untuk menghakimi dan mengatur ke-12 suku dari Israel
yang sudah dipulihkan (Mat. 19:28).
Paulus memuji orang-orang Tesalonika karena mereka,
“berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan
yang benar, dan untuk menantikan Anak-Nya dari surga (1 Tes. 1:9-10). Mereka
dapat bersatu dengan mencanangkan penebusan oleh darah Anak Domba,
tetapi juga fakta bahwa Kristus telah menjadika mereka raja dan imam yang akan
memerintah di bumi.
Ketika waktu terus berjalan, harapan orang percaya mulai
pudar. Tetapi pada abad-abad pertama masih terus ada orang-orang yang
menekankan pemerintahan kerajaan seribu tahun Kristus di bumi. Mereka
kadang-kadang disebut penganut “paham khiliasme”, dari kata Yunani chilia,
“seribu”. Lalu, setelah kekristenan dijadikan agama resmi kekaisaran Romawi,
mulai terjadi perubahan. Para gembala siding
dari jemaat-jemaat tidak lagi berperanan sebagai pemimpin pelayan. Malahan,
mereka mengikuti pola pemerintahan Kekaisaran Romawwi
dan membangun hierarki kekuasaan.
Ketika ibukota kekaisaran berpindah dari Roma ke
Konstantinopel, terjadi kekosongan politik di Roma,
jadi uskup Roma menawarkan jasanya memikul kepemimpinan politik, serta
menjadikan kedudukannya sebuah takhta. Uskup-uskup lainnya mulai memandang
gereja mereka sebagai sebuah basis kekuasaan, perhatian mereka dialihkan dari
pengharapan penuh bahagia Gereja kepada kekuasaan dan otoritas keduniaan.
Sebagai akibatnya, timbul pascamilenialisme, yang mengajarkan bahwa kerajaan
seribu tahun dimulai dengan kebangkitan Kristus dan akan berakhir dengan
kedatangan Kristus yang Kedua
Kali, dan oleh karena itu tidak
akan ada kerajaan Allah yang mendatang di bumi. Kerajaan satu-saatunya yang
diperhatikan oleh para penyokong ajaran demikian adalah kerajaan yang dapat
mereka bangun bagi diri mereka sendiri serta menggunakan rakyat sebagai hamba
mereka.
Kemudian, amilenialisme muncul, yang mengajarkan bahwa
tidak akan ada milenium di bumi (“a” dalam amilenialisme berarti “tidak”).
Berbagai pandangan ini dibawa ke dalam gereja-gereja Protestan pada zaman
reformasi. Karena mereka tidak mengakui milenium yang mendatang di bumi, mereka
tidak mempunyai tempat dalam sistem teologi mereka untuk pemulihan bangsa Israel
di bumi. Oleh karena itu, mereka menafsirkan secara rohani nubuat-nubuat
kerajaan di dalam Perjanjian Lama tentang
Israel
dan menerapkannya pada gereja.”
Pandangan Postribulasi
Istilah tribulasi berasal dari bahasa Inggris yaitu
tribulation artinya “penderitaan’, “kesengsaraan”, “tindasan”, dan “siksaan.”
Tribulasi merupakan kejadian penderitaan dan kepedihan hati yang tak
terlukiskan serta belum pernah terjadi sebelumnya. Tentunya tidak seorangpun
yang memiliki keinginan untuk masuk ke dalam kesengsaraan itu melainkan
sebaliknya untuk sedapat mungkin dapat terlepas dari masa penyiksaan yang akan
dialami. Namun, pandangan postribulasi ini justru menjelaskan bahwa orang
percaya akan masuk dan mengalami penderitaan selama masa tersebut. Setelah itu,
barulah gereja akan diangkat ketika Kristus datang kedua kali.
Pokok Ajaran
Golongan ini mempunyai pandangan bahwa masa pengangkatan
dan kedatangan Kristus yang kedua kali merupakan peristiwa tunggal untuk gereja
sesudah masa kesengsaraan besar. Ini menyebabkan bahwa gereja akan mengalami
masa kesengsaraan yang sangat mengerikan. Baru setelah masa kesengsaraan yang
besar dan sangat mengerikan itu Kristus akan datang kembali. Charles C. Ryrie
mengatakan, “gereja akan terus di atas bumi selama seluruh masa tersebut,
tetapi pada akhirnya akan ada pengangkatan.”
R.A. Taylor mengatakan, “This is the usual
traditional interpretation. The church will go through the great tribulation
and when Christ comes again will meet him in the
air.”
Milliard J.
Erickson mengatakan bahwa para
penganut pandangan ini percaya bahwa “kedatangan Tuhan itu tidak memiliki dua
tahap yaitu kedatangan untuk dan bersama gereja, melainkan mengacu kepada satu
kejadian tunggal. Kedatangan ini akan mengakhiri masa tribulasi, membangun
Kerajaan Allah di bumi. Dengan demikian, mereka mempercayai bahwa hanya ada dua
kebangkitan: kebangkitan yang pertama dikhususkan kepada orang percaya yaitu
pada awal seribu tahun dan kebangkitan kedua yaitu yang dikhususkan bagi
orang-orang yang tidak percaya Tuhan pada akhir seribu tahun. Dengan kata lain,
orang-orang percaya akan diangkat untuk bertemu dengan Tuhan pada akhir masa
kesengsaraan dan mereka akan segera menyertai kedatangan Tuhan saat Kristus
turun ke bumi dengan penuh kemenangan.”
Peter Wongso mengatakan, “Sesudah masa kesengsaraan besar terjadi Kristus datang
kembali ke bumi sebagai raja. Kedatangan-Nya ini bagi antikristus adalah hari
penghakiman. Sedangkan bagi orang percaya itu adalah hari kemuliaan bagi setiap
orang yang bertobat termasuk Israel.
Saat kedatangan-Nya yang mati dalam Kristus akan terlebih dahulu dibangkitkan
kemudian menyusul kepada yang masih hidup.”
Sedangkan John F. Walvoord mengatakan, “Kristus akan datang untuk gereja-Nya sebagai suatu
tahap dari kembali-Nya ke bumi setelah masa kesusahan besar.”
Thiesen mengatakan, “gereja akan mengalami masa kesengsaraan ini dan bahwa
terangkatnya orang-orang yang telah ditebus itu akan langsung diikuti oleh
kembalinya mereka bersama Kristus.”
Sedangkan J. Dwight Pentecost, dalam bukunya Things to
Come mengatakan alasan yang dipegang oleh pandangan ini dalam mempertahankan
pandangan mereka, antara lain:
Pertama, posttribulasi menolak konsep dispensasional,
meletakkan gereja dalam masa yang disebut “kesusahan Yakub” (Yer. 30:7). Kedua,
menolak perbedaan antara Israel
dan gereja. Ketiga, menolak sifat dan tujuan tribulasi. Keempat, menolak adanya
perbedaan antara rapture dan
kedatangan Kristus ke bumi, sebaliknya meyakini bahwa peristiwa tersebut akan
terjadi secara bersamaan.
Selanjutnya dikatakan bahwa golongan yang meyakini
pandangan ini memiliki tiga buah argumentasi yang penting dalam melandasi
pandangan mereka. Pertama, Argumentasi sejarah, yaitu golongan posttribulasi
menolak ajaran pretribulasi karena tidak sesuai dengan ajaran para rasul.
Kedua, argumentasi kontra immanent, tidak mempercayai
adanya pengangkatan gereja yang didahului dengan tanda-tanda yang dapat
dijangkau oleh indra, sehingga Yesus terlihat dekat dan terjadi rapture sebelum masa tribulasi, selama
tujuh tahun.
Ketiga argumentasi janji tribulasi yang menjelaskan
bahwa janji-janji tentang masa tribulasi (Mat. 24:9-11; Mrk. 13:9-13) ditujukan
kepada gereja bukan kepada Israel
dan bangsa-bangsa.
Sedangkan Milliard J. Erickson, dalam bukunya Teologi Kristen
mengatakan alasan yang dipegang oleh pandangan ini dalam mempertahankan
pandangan mereka, antara lain:
“Kalangan ini beranggapan bahwa kedatangan Kristus untuk
gereja-Nya tidak akan terjadi sebelum masa kesengsaraan besar berakhir. Mereka
mengelak penggunaan istilah rapture (keadaan yang sangat bahagia) atau
pengangkatan karena (1) istilah tersebut bukan merupakan istilah alkitabiah dan
(2) istilah ini menyarankan bahwa gereja akan lolos atau terlepas dari
pengalaman kesengsaraan besar, gagasan semacam ini bertolak belakang dengan
inti pandangan pasca-kesengsaraan.”
Masa Kesengsaraan
Penganut pandangan ini membedakan antara kesengsaraan
yang besar dan murka Allah. Masa kesengsaraan, yang sebagian disebabkan oleh
semua orang-orang bukan Kristen dan
Iblis, akan dialami oleh semua orang di atas bumi. Sedangkan murka Allah hanya
ditujukan kepada mereka yang jahat; orang percaya Tuhan tidak akan mengalami
hal ini.
Pandangan utama postribulasionisme dalam konteks studi
ini adalah bahwa gereja akan ada pada masa sengsara. Gereja akan dijauhkan dari
murka Allah, tetapi tidak dari sengsara. Kata bahasa Yunani thumos, yang berarti “ledakan kemarahan
yang hebat,” digunakan untuk menunjukkan murka Allah sembilan kali dari delapan
belas kali kemunculannya dalam Perjanjian
Baru. Sembilan kali kemunculan ini
terdapat dalam Kitab
Wahyu, dimana murka Ilahi itu
digambarkan bukan saja memukul orang-orang yang jahat (dalam Wahyu 14:8 murka
itu terjadi atas Babel;
pada 14:19 dan 19:5, atas angkatan perang di Harmagedon;
dala 15:1, 7 dan 16:1, 19 atas para penghuni bumi). Kata
Yunani orge,
yang berarti “murka yang tetap,” digunakan untuk menunjukkan kemarahan Allah
kira-kira dua puluh tujuh kali dalam Perjanjian Baru.
Orge Allah, menurut pendapat para
penganut posttribulasionisme, hanya terjadi kepada orang-orang yang jahat, dan
tidak pernah kepada orang-orang yang benar.
Namun bertentangan dengan hal ini, ada konsep mengenai
masa kesengsaraan, yang ditunjukkan oleh kata benda thlipsis dan kata kerja thilibo.
Dari lima puluh
kali muculnya kata-kata ini dalam Perjanjian Baru,
empat puluh tujuh kata berhubungan dengan masa kesengsaraan yang harus dialami
oleh orang-orang suci. Hanya dua kali kata ini menunjukkan kemarahan Allah
terhadap orang berdosa (Rm. 1:9; 2 Tes. 1:6), dan dalam kedua kasus ini tidak
satu pun di antaranya merupakan kemarahan Allah terhadap orang berdosa selama
minggu ketujuhpuluh pemerintahan Daniel. Dalam konteks minggu ketujuhpuluh,
kata masa kesengsaraan menunjukkan penganiayaan terhadap orang-orang suci (Mat.
24:9, 21, 29; Mrk. 13:19-24; Why. 7:14). Dengan demikian, kesengsaraan bukan
murka Allah terhadap orang berdosa, melainkan murka Iblis, Antikristus, dan
orang-orang jahat terhadap orang-orang suci.
Sedangkan Paul Enns menjelaskan para penganut pandangan ini meyakini bahwa, “Karena
masa pengangkatan sebelum masa kesengsaraan dikaitkan dengan perbedaan yang
jelas berkaitan dengan program Allah untuk Israel dan program-Nya untuk
gereja, dan karena premilenialisme historik tidak menerima perbedaan itu, maka
premilenialisme historik mengajarkan bahwa gereja akan mengalami masa
kesengsaraan. George Ladd membantah bahwa hal itu merupakan kepercayaan gereja
mula-mula dan argumentasi selanjutnya adalah bahwa istilah Yunani berhubungan
dengan kedatangan Kristus (parousia, apocalypse, dan epiphany) tidak membedakan antara dua kedatangan yang berbeda sebagaimana
yang diajarkan oleh masa pengangkatan sebelum masa kesengsaraan. Setelah
pengamatan dari ayat-ayat kunci yang digunakan oleh pandangan pengangkatan
sebelum masa kesengsaraan. Ladd, menyimpulkan mereka tidak jelas mengajarkannya
dalam PB. Ia menyatakan: “Firman
Tuhan di mana pun tidak meneguhkan
bahwa Pengangkatan dan kebangkitan orang percaya akan mendahului Tribulasi.”
Argumentasi bahwa gereja akan berada di atas bumi selama
Tribulasi dapat diringkaskan sebagai berikut. (1) Posttribulasionisme adalah
pandangan historik yang dipegang oleh gereja mula-mula; pretribulasionisme
adalah yang sekarang. (2) Meskipun selama masa Tribulasi gereja ada di bumi,
gereja akan mengalami penderitaan dan penganiayaan tetapi bukan murka Allah;
hal itu disimpan untuk orang tidak percaya. (3) Tidak ada keterpisahan
kebangkitan dari orang-orang kudus masa gereja dan orang percaya PL; semua
dibangkitkan pada waktu yang sama. Langsung setelah pendirian kerajaan Kristus.
(4) Pengharapan penulis PB bukan merupakan pengangkatan yang rahasia, tetapi
kedatangan Kristus yang kedua kali. Semua pernyataan menunjuk pada kembalinya
Kristus berhubungan dengan kedatangan yang satu kali, bukan kedatangan yang
rahasia bagi gereja sebelum Tribulasi dan setelah Tribulasi kedatangan pemerintahan
yang terlihat. (5) Gereja termasuk di dalamnya adalah yang diselamatkan dalam
segala zaman, dan karena Kitab Suci mengindikasikan orang percaya akan berada
di atas bumi selama Tribulasi (misalnya Why. 7:14), hal itu berarti gereja
tidak akan diangkat sebelum Tribulasi.”
Charles C. Ryrie
menulis bahwa para penganut pandangan ini meyakini, “Penganut posttribulasionisme
mengatakan bahwa gereja (yaitu generasi terakhir dari gereja) akan berada di
atas bumi selama Masa
Kesusahan menurut Why. 4-18 karena
alasan-alasan berikut. (1) Tidak ada di dalam pasal-pasal ini yang menyebutkan
tentang gereja di surga, suatu hal yang dikehendaki untuk dinyatakan di dalam
teks jika hal itu benar. (2) Penggunaan kata ‘orang-orang kudus’ dalam 13:7,
10; 16:6; 17:6; dan 18:24 menunjukkan bahwa gereja secara nyata ada di atas
bumi selama Masa Kesusahan. (3) Keterangan lain tentang orang-orang percaya
dalam Masa Kesusahan tepat dipakai untuk orang-orang percaya pada Masa
Kesusahan akan menjadi generasi terakhir dari orang-orang percaya di Abad
Gereja dan bahwa mereka akan mengalami Masa Kesusahan.
Kedatangan yang Kedua Kali
Pada akhir masa kesengsaraan barulah Tuhan datang untuk
kedua kalinya. Inilah pengharapan orang Kristen.
Kedatangan Tuhan tidak memiliki dua tahap yaitu
kedatangan untuk dan bersama gereja. Kedatangan Tuhan
hanya mengacu kepada satu peristiwa tunggal, dan kedatangan-Nya mengakhiri masa
kesengsaraan yang besar, membangun kerajaan Allah di bumi dan menghantarkan
masa milenium. Pada saat Tuhan orang yang telah percaya Tuhan yang telah mati
akan dibangkitkan. Bersama dengan orang percaya yang masih hidup, mereka akan
diangkat untuk bertemu dengan Tuhan dan kemudian kembali ke bumi untuk
memerintah umat-Nya.
Paul Enns mengatakan, bahwa “Premilenialisme historik
mengatakan bahwa berdasarkan Wahyu 19:6-10, pada saat kedatangan Kristus yang
kedua, pesta perkawinan Domba akan terjadi, “persekutuan Kristus dengan
pengantin perempuan-Nya, yaitu gereja. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam
bahasa metafora (Mat. 25:1-13; 2 Kor. 11:2). Kristus menaklukan para musuh-Nya
pada kedatangan-Nya yang penuh kemenangan, menyerahkan binatang buas dan para
nabi palsu ke dalam lautan api (Why. 19:20). Si jahat juga akan diikat dalam
lubang tak berdasar selama seribu tahun (Why. 20:2-3), dan pada akhir seribu
tahun si jahat juga akan diserahkan pada lautan api (Why. 20:10).
“Kebangkitan yang pertama” menjabarkan kebangkitan tubuh
dari orang kudus dari semua zaman (Why. 20:4-5); tidak akan ada pemisahan
kebangkitan pada masa gereja orang-orang kudus dan orang kudus di Perjanjian Lama.
Orang percaya yang mati dari semua zaman akan dibangkitkan pada kembalinya
Kristus; orang tidak percaya yang mati akan dibangkitkan pada akhir milenium.”
Milenium
Seperti postmilenialisme, pandangan
posttribulasionisme melihat kerajaan Allah ada di atas bumi atau ada dalam hati
manusia, dan dalam batasan waktu tertentu. Bagi para penganut
posttribulasionisme, kerajaan itu ada pada masa sekarang dan masa yang akan
datang. Kata basilea pada dasarnya berarti pemerintahan Allah dan bukan
kerajaan/daerah dimana Ia menjadi penguasa. Ini berarti, kerajaan itu telah
hadir; Kristus memerintah dalam hati semua orang percaya. Namun kerajaan ini
akan diwujudkan sepenuhnya terutama pada masa yang akan datang.
Paul Enns mengatakan, “Pemerintahan Kristus
tidak mulai pada beberapa peristiwa di masa yang akan datang. Ia sekarang
memerintah dari surga. Kristus sekarang duduk di sebelah kanan Allah,
memerintah sebagai Raja Mesianik. PB tidak membuat pemerintahan Kristus terbatas
pada Israel di Milenium; itu merupakan pemerintahan spiritual di surga yang
telah di mulai. Filipi 2:5-10 menetapkan bahwa Kristus sekarang ini bertakhta
dan memerintah (lihat 1 Kor. 15:24; 1 Tim. 6:15). Kisah Para Rasul 2:34-35)
(kutipan dari Mzm. 110:2) menunjukkan bahwa takhta Daud telah ditransfer dari
Yerusalem ke surga. Jadi, pemerintahan Kristus bukan hanya pada zaman Milenial
di masa yang akan datang, tetapi juga pada masa sekarang.”
Pendukung Teori
Postribulasi
George Eldon
Ladd
George Eldon Ladd
adalah professor Exegsis dan Teologi
Perjanjian Baru
di Fuller Theological Seminary
sejak tahun 1950. Ia memperoleh gelar Bachelor of Divinity (B.D.) Di Gordon
College dan Gordon Divinity School
dan menerima Doctor of Philosofy (Ph.D.) dari Harvard University.
Ia juga pernah menyelesaikan post-doctoral di Heidelberg
University dan Basel University.
Millard J.
Erickson
Milliard J.
Erickson lahir pada tanggal 24
Juni 1932 di Stanchfield, Minnesota,
tepatnya sebelah utara Minneapolis.
Pendidikan dalam bidang sainsnya berasal dari University
of Minnesota dan Bethel College.
Sedangkan pendidikan teologinya diperoleh dari Bethel Theological Seminary dan
kemudian dilanjutkan di Northern Baptist Theological Seminary di Chicago,
dimana ia memperoleh gelar B.D.-nya pada tahun 1956. Dua tahun kemudian ia
tertarik dalam bidang filsafat yang memimpinnya mengambil gelar M.A. dari University of Chicago. Gelar Ph.D. dalam bidang
teologi sistematikanya diperoleh pada tahun 1963 dari Northwestern University
bekerjasama dengan Garrett Theological Seminary, dimana ia belajar di bawah
bimbingan William Hordern. Ia pernah menjadi gembala di Fairfield Avenue
Baptist Church di Chicago pada tahun 1957. Pada tahun 1961, ia pindah ke Olivet
Baptist Church di Minneapolis. Milliard J.
Erickson memulai karir mengajarnya pada tahun 1964
dan ia menjadi asisten professor dalam bidang Biblika dan Apologetika di
Wheaton College. Pada tahun 1969 ia pindah ke
Bethel Theological Seminary dan mengajar bidang teologi dan pada tahun 1984, ia
menjadi dekan di sekolah tersebut.
Pandangan Midtribulasi
Pandangan lain dari penganut premilenialisme sehubungan
dengan tribulasi adalah penganut paham midtribulasi. Pandangan ini dianut oleh
orang-orang yang tertarik untuk berada ditengah-tengah pandangan yang bertolak
belakangan antara pretribulasi dan posttribulasi.
Golongan pandangan pengangkatan pertengahan ini
mengajarkan bahwa orang percaya akan diangkat tepat pada pertengahan masa tujuh
tahun dari tribulasi. Dengan demikian gereja akan mengalami masa sengsara
setidaknya selama tiga setengah tahun, kemudian diangkat ke surga sehingga
gereja tidak mengalami masa siksaan yang mengerikan dalam tiga setengah tahun
yang kedua atau paruh yang kedua dari tribulasi.
Golongan midtribulasi berpendapat bahwa peristiwa
pengangkatan akan terjadi di awan-awan pada pertengahan tujuh tahun yang terakhir
sebelum kedatangan Kristus yang kedua kali. Oleh karena itu, sangat beralasan
apabila gereja masuk dan mengalami masa siksaan sebelum diangkat.
Charles C. Ryrie, menjelaskan bahwa “Pandangan masa pengangkatan pertengahan Masa
Kesusahan berpegang bahwa Masa Pengangkatan gereja akan terjadi pada saat
pertengahan tujuh tahun Masa Kesusahan; yaitu setelah tiga setengah tahun
berlalu. Menurut pandangan ini, maka hanya setengah bagian terakhir dari tujuh
puluh minggu Daniel yang merupakan Masa Kesusahan.
Hal ini menjadikan midtribulasionisme (pandangan pertengahan Masa Kesusahan)
kadang-kadang dilukiskan sebagai suatu bentuk pra-Masa Kesusahan, karena
pandangan ini mengajarkan bahwa Masa Pengangkatan terjadi sebelum Masa
Kesusahan dalam tiga setengah tahun terakhir dari tujuh tahun.”
Penjelasan yang serupa diungkapkan oleh Willmington yang
mengatakan bahwa, “Pendapat ini setuju tentang masa kesukaran selama tujuh
tahun, tetapi membedakan antara ketiga setengah tahun yang pertama, yang
(menurut para penganutnya) mungkin dianggap sebagai “permulaan penderitaan”
sesuai Matius 24:8, dengan ketiga setengah tahun berikutnya, yang adalah masa
“siksaan” yang “dahsyat” sesuai Matius 24:21. Teori pertengahan masa kesukaran
mengatakan bahwa keangkatan akan terjadi menurut Wahyu 11 pada waktu dua orang
saksi dibangkitkan. Penjelasan yang umum dari pendapat teori pertengahan masa
kesukaran itu adalah: “Kita mementingkan diri sendiri jika kita beranggapan
bahwa gereja zaman kita akan luput dari penderitaan dan penghukuman. Mana
keangkatan bagi banyak orang beriman bangsa Cina yang dibunuh oleh orang Jepang
selama Perang Dunia
II, atau orang Kristen Rusia
yang dibunuh oleh penganut Komunis yang tidak percaya pada Tuhan?”
Sedangkan Milliard J. Erickson mengatakan, “Midtribulasionisme
mengajarkan bahwa gereja akan ada di atas bumi selama masa kesengsaraan dan
dengan demikian akan mengalami sebagian dari masa kesengsaraan itu, tetapi
kemudian gereja itu akan diangkat sebelum masa yang terburuk dari kesengsaraan
itu. Pandangan pengangkatan sebagian melihat sebagian gereja diangkat sebelum
masa kesengsaraan dan bagian lainnya tetap tinggal di bumi selama seluruh masa
kesengsaraan itu. Dengan demikian pengangkatan itu terjadi sebelum masa
kesengsaraan pada beberapa orang percaya dan sesudah masa kesengsaraan untuk
orang-orang lainnya. Pandangan yang terakhir memahami kedatangan Kristus
sebagai kedatangan yang segera dan terjadi sesudah masa kesengsaraan. Ketiga
pandangan ini dengan demikian dapat dibedakan berdasarkan hal-hal yang
dipisahkannya: (1) lamanya masa kesengsaraan, (2) kumpulan orang-orang percaya,
(3) hubungan antara kedatangan Kristus yang segera dan terjadi sebelum masa
kesengsaraan.”
Pokok Ajaran
Pentecost menjelaskan sejumlah pokok penting dalam
argumentasi golongan midtribulasi yang menyokong pandangan mereka. Pertama,
pandangan ini menolak terhadap konsep rapture secara immanent, artinya tidak
bisa dibenarkan apabila gereja akan terangkat ke surga bersama Kristus sebelum
masa tribulasi. Kedua, janji mengenai tribulasi. Pandangan midtribulasi
meyakini, bahwa janji tentang tribulasi ditujukan kepada gereja. Oleh karena
itu, gereja harus menerima dengan kerelaan hati untuk masuk dan mengalami
separuh dari masa tribulasi. Ketiga, pandangan ini menolak konsep gereja
sebagai misteri. Oleh karena itu, wajar apabila gereja mengalami separuh dari
masa tribulasi.
Charles C. Ryrie menjelaskan,
“Pertama, penganut pertengahan Masa Kesusahan percaya betul-betul bahwa akan
ada pencobaan dan penghakiman selama pertengahan pertama dari Masa Kesusahan,
tetapi semua ini terjadi karena murka manusia, sedangkan penghakiman yang
terjadi pada masa tiga setengah tahun yang kedua berasal dari murka Allah.
Kedua, penganut midtribulasionisme menemukan dukungan terhadap pandangan mereka
dalam pelajaran tentang pohon ara. Penjelasannya adalah sebagai berikut. Mat. 24:27
menunjukkan masa pengangkatan, sebab kata parousia
yang digunakan di sana dipakai juga dalam pengangkatan di dalam 1 Tes. 4:15.
Juga Mat. 24:31 dan 2 Tes. 2:1 menggunakan kata-kata ini dari akar kata yang
sama (episynago). Ketiga,
midtribulasionisme memperdebatkan bahwa sangkakala ketujuh, Why. 10:7, sesuai
dengan sangkakala terakhir dalam 1 Kor. 15:52.”
Pandangan Pretribulasi
Golongan ini memberikan bukti bahwa pandagan mereka juga
diberitakan oleh kesaksian para bapa gereja. Itu berarti pandangan ini bukanlah
pandangan baru, seperti yang dimaksudkan oleh sebagian orang.
Henry C. Thiessen mengatakan, “ada beberapa petunjuk mengenai kepercayaan bahwa
mereka menantikan Kristus kembali sebelum masa kesengsaraan. Pertama, suatu
paragraf yang menarik terdapat dalam kitab Gembala Hermas (Shepherd or Hermas)
yang memberikan beberapa keterangan tentang pokok ini . . . Namun pandangan ini
agak membingungkan karena ditempat lain ia mengatakan, “Berbahagialah kamu yang
bertahan selama kesengsaraan besar yang akan datang. Kedua, Ireneus (sekitar
140-202 TM), nampaknya juga berpendapat bahwa gereja akan diangkat selama masa
kesengsaraan. Namun, di bagian yang lain, ia juga mengajarkan bahwa gereja
hadir pada hari-hari Antikristus. Jadi, sekalipun keyakinan para Bapa Gereja
tentang masa kesengsaraan ini tidak jelas, dan nampakanya ada sedikit
kebingungan, setidak-tidaknya hal ini disebut juga oleh mereka. Jelaslah bahwa
para Bapa Gereja menganggap bahwa Tuhan hampir datang. Tuhan telah mengajarkan
bahwa gereja harus mengharapkan kedatangan-Nya pada setiap saat, dan gereja
menantikan kedatangan-Nya akan terjadi pada zaman mereka sehingga mengajarkan
bahwa kedatangan Kristus secara pribadi akan segera terjadi.
Defenisi
Pandangan pretribulasi meyakini bahwa gereja akan
terluput sebelum masa kesengsaraan selama tujuh tahun dimulai. Pandangan
pretribulasi mengajarkan, bahwa “gereja tidak akan mengalami masa kesengsaraan,
sebab Kristus akan datang untuk gereja-Nya sebelum masa tribulasi yang
mendahului kedatangan Kristus ke bumi untuk mendirikan Kerajaan Seribu
Tahun.”
John Nelson Darby
sebagai pendukung teori ini mengatakan, bahwa “pengangkatan oleh Kristus akan
terjadi sebelum masa kesengsaraan.”
Berkaitan dengan hal itu Charles
C. Ryrie
dalam bukunya Dispensationalism: Dari Zaman ke Zaman mengatakan bahwa, “gereja
akan diambil dari dunia sebelum awal tribulasi.
Interpretasi
Sistem penafsiran premilenialisme Dispensaionalis
mengunakan sistem interpretasi literal. Interpretasi ini menggunakan pendekatan
normal terhadap pengertian kata-kata. Akan tetapi, ini tidak berarti, bahwa
penganut Dispensasionalisme tidak menerima bahasa figuratif, golongan ini
menerima asalkan Alkitab itu sendiri menyatakannya dan jika interpretasi
tersebut tidak logis dipergunakan.
Paul Enns mengatakan, bahwa “Ada
dua hal dasar yang menunjukan bahwa premilenialisme dispensasional. (1)
Hermeneutik harafiah. Interpertasi harafiah menunjuk pada interpertasi “normal”
yaitu mengerti kata dan pernyataan dalam cara
normal dan biasa. Karena nubuatan tentang kedatangan Kristus yang pertama kali
digenapi secara harafiah, maka masuk akal kalau mengharapkan nubuatan tentang
kedatangan-Nya yang kedua kali diinterpretasikan secara harafiah. Lebih lanjut,
apabila nubuatan dirohaniakan, maka semua objektivitasnya akan hilang.
Premilenialisme dispensasional menekankan keonsistenan dalam penafsiran, dengan
menafsirkan nubuat secara harfiah. Dalam hal ini, premilenialis mengkritik
amilenialis konservatif dan postmilenialis karena mengubah metodologi mereka
dalam hermeneutik dengan menafsirkan secara harafiah kecuali dalam kasus
nubuat. (2) Perbedaan antara Israel
dan gereja. Istilah Israel
menunjuk pada keturunan Yakub secara fisik; Tidak ditemui di mana pun yang mana
hal ini menunjuk pada gereja. Maskipun non-dispensasionalis seringkali menunjuk
pada gereja sebagai “Israel
yang baru”, tidak ada dukungan Alkitab yang mengatakan demikian. Banyak bagian
Alkitab yang mengindikasikan Israel
tetap dinyatakan sebagai kesatuan yang terpisah setelah kelahiran dari gereja
(Rm. 9:6; 1 Kor. 10:32). Israel
diberikan janji tanpa syarat (kovenan) dalam PL yang harus digenapi dengan Irael
dalam kerajaan milenial. Gereja dipihak lain, adalah satu kesatuan yang berbeda
di PB, yang lahir pada Pentakosta (1 Kor. 12:13) dan tidak ada di PL, demikian
juga nubuatan di PL (Ef. 3:9). Hal itu ada di Pentakosta (Kis. 2) sampai
pengangkatan (1 Tes. 4:13-18). Di sini
terletak alasan untuk percaya dalam pengangkatan sebelum tribulasi. Tujuan dari
tribulasi ini adalah untuk menghakimi orang non-Yahudi yang tidak percaya dan
untuk mendisiplin ketidaktaatan orang Israel (Yer. 30:7); gereja tidak
memiliki tujuan atau tempat di tribulasi.”
Sedangkan Henry C. Thiessen mengatakan, “Tanpa pembahasan yang panjang lebar tentang aspek ini
dalam wahyu alkitabiah, kita melihat bahwa gereja dan Israel merupakan dua wujud yang
berbeda. Keyakinan ini dapat dilihat dari beberapa hal. (1) Pada masa lalu
Allah terutama berurusan dengan Israel;
sekarang Ia berurusan dengan gereja. (2) Israel adalah suatu bangsa; gereja
adalah sekelompok orang yang dipanggil keluar dari antara berbagai bangsa. (3)
Ketujuh puluh minggu Daniel hanya
berhubungan dengan Israel
sedangkan gereja termasuk dalam jangka waktu antara minggu keenam puluh
sembilan dengan minggu ketujuh puluh. (4) Kristus akan kembali ke Israel untuk
mendirikan kerajaan; sedangkan Ia akan kembali untuk gereja agar dapat mengangkat
gereja untuk tinggal bersama-sama dengan Dia. Dan (5) Perjanjian-perjanjian
yang agung dari Perjanjian Lama dibuat dengan Abraham dan keturunannya, Israel
(Kej. 12:1-3; 2 Sam. 7:11-16; Yer. 31:31-34); gereja hanya ikut menikmati
berkat-berkat rohaninya dan belum menikmati berkat-berkat jasmaninya (Rm. 4:11;
1 Kor. 11:25; 2 Kor. 3:6; Ibr. 10:16, 17).”
Kovenan
Premilenialisme dispensasional memiliki pengajaran
tentang kovenan yang berbeda dengan kovenan amilenialisme. Kovenan ini terdapat
dalam Alkitab.
“Meskipun Wahyu 20:4-5 meneguhkan premilenialisme
dispensasional, hal itu bukan fondasi untuk itu; fondasi dari premilenialisme
dispensaional ditemukan dalam kovenan dari PL. kovenan ini haraiah, tak
bersyarat, dan kekal. tidak ada kondisi yang melekat pada kovenan-kovenan itu,
dan dengan demikian mereka menjanjikan secara setara kepada Israel suatu tanah di masa yang
akan datang, pemerintahan mesianik, dan berkat-berkat rohani. (1) Kovenan Abrahamik.
Dijabarkan di Kejadian 12:1-3, kovenan Abrahamik
menjanjikan suatu tanah (ay.1; lihat 13:14-17; kemudian dikembangkan dalam
Kovenan Palestina); keturunan yang sangat banyak menghasilkan suatu bangsa,
kerajaan dan takhta (ay.2; lihat 13:16; 17:2-6; kemudian berkembang dalam
Kovenan Daud); dan penebusan (ay.3 lihat 22:18; kemudian berkembang dalam
Kovenan Baru). (2) Kovenan
Palestina (Ul. 30:1-10). Kovenan
ini menjamin hak permanent dari Israel
atas tanah itu. Hal itu adalah tanpa syarat, sebagaimana yang terlihat dalam
pernyataan “Allah akan”, tanpa berbicara tentang obligasi. Kovenan ini
menjanjikan bahwa pada akhirnya Israel
akan kembali ke tanah itu dalam pertobatan dan iman (ay.2) dalam situasi di
mana Allah akan memakmurkan mereka (ay.3). Kovenan ini akan digenapi dalam
Milenium. (3) Kovenan Davidik (2 Sam. 7:12-16). Provisi dari kovenan ini
diringkaskan dalam ayat 16 dengan perkataan “rumah”, menjanjikan kerajaan dalam
keturunan Daud, “kerajaan” menunjuk pada suatu bangsa yang diperintah oleh
seorang raja; “takhta” menekankan pada otoritas dari pemerintahan seorang raja;
“selamanya” menekankan nature yang kekal dan tidak bersyarat dari janji ini
pada Israel. Kovenan ini akan digenapi pada waktu kembalinya Kristus untuk
memerintah atas orang Israel
yang percaya. (4) Kovenan
Baru (Yer. 31:31-34). Kovenan ini
menyediakan dasar di mana Allah akan memberkati Israel
di masa yang akan datang, yaitu Israel
akan menikmati pengampunan dari dosa melalui hasil dari kematian Kristus. Natur
tanpa syarat dari kovenan ini sekali lagi terlihat dalam pernyataan “Aku akan”
di ayat 33-34.”
Pengangkatan
Pengangkatan gereja bertujuan untuk melepaskan gereja
dari masa kesusahan besar. Kedatangan
Kristus untuk gereja akan meliputi
orang-orang percaya yang diangkat dari bumi dan bertemu Tuhan di angkasa.
Kristus tidak akan turun ke bumi, seperti yang akan dilakukan Tuhan pada saat
kedatangan-Nya yang kedua ketika Ia turun di bukit Zaitun. Tujuan dari
pengangkatan ini adalah melepaskan gereja dari sejarah dunia selama masa
kesengsaraan tujuh tahun itu. Perbedaan antara gereja dan Israel. Secara
tegas golongan ini mengatakan ada perbedaan antara gereja dan Israel.
Paul Enns menjelaskan bahwa, “Istilah pengangkatan
berasal dari terjemahan latin, artinya “di bawa ke atas”, di 1 Tesalonika 4:17.
Pengangkatan, yang dibedakan dengan kedatangan kedua dari Kristus, diajarkan di Yohanes 14:1-3; 1Korintus 15:51-57; dan 1Tesalonika
4:13-18. Sebelum kedatangan Trbulasi, Kristus akan turun dari surga, mengangkat
gereja untuk bersama-sama dengan diri-Nya, sedangkan Tribulasi adalah
dilepaskan atas dunia yang tidak bertobat dan tidak percaya.
Pengangkatan sebelum tribulasi didukung oleh sejumlah
alasan. (1) Natur dari Tribulasi. Minggu ketujuh puluh dari Daniel, yaitu Tribulasi, adalah turunnya murka Allah
selama tujuh tahun (Why. 6:16-17; 11:18; 14:19; 15:1; 16:1, 19); hal itu
dijabarkan sebagai penghakiman Allah (Why. 14:7; 15:4; 16:5-7; 19:2) dan
penghukuman Allah (Yes. 24:21-22). (2) Lingkup dari Tribulasi. Seluruh bumi
akan tercakup (Yes. 24:1, 3, 4, 5, 6, 21; 34:2). Hal itu juga melibatkan hukuman
atas Israel
(Yer. 30:7; Dan.9:24). Apabila ini merupakan lingkup dari tribulasi, maka tidak
masuk akal apabila gereja akan ada di atas bumi untuk mengalami murka Allah.
(3) Tujuan dari Tribulasi. Tujuan Allah atas Tribulasi adalah untuk menghakimi
orang di atas bumi (Why. 6:10; 11:10; 13:8, 12, 14; 14:16; 17:8) dan untuk
mempersiapkan Israel untuk Rajanya (Yeh. 36:18-32; Mal. 4:5-6). Semuanya itu
tidak menyinggung gereja. (4) Kesatuan dari Tribulasi. Tribulasi adalah tujuh
puluh minggu dari Daniel; Daniel 9:24 membuat jelas bahwa hal itu menunjuk pada
Israel.
(5) Pengecualian pada Tribulasi. Gereja adalah pengantin perempuan Kristus,
objek dari kasih Kristus, bukan murka-Nya (Ef. 5:25). Hal itu akan merupakan
kontradiksi dari relasi sesungguhnya antara Kristus dengan gereja, karena
gereja harus melalui penghukuman pada masa Tribulasi. Pernyataan yang khusus
meneguhkan gereja akan dipelihara dari Tribulasi (lihat Rm. 5:9; 1 Tes. 5:9; 2 Tes.
2:13; Why. 3:10). (6) Hal-hal yang terjadi sebelum Tribulasi. Tanda-tanda di Matius 24 (dan banyak ayat lain) ditujukan pada Israel
tentang kedatangan Kristus yang kedua; namun demikian, tidak ada tanda-tanda
diberikan pada gereja untuk mengantisipasi pengangkatan (yang berarti hal itu
akan terjadi tiba-tiba, sebagaimana yang diteguhkan oleh pretribulasionis).
Gereja telah diberitahukan untuk hidup dalam terang kedatangan Tuhan yang
segera untuk menerjemahkan mereka ke dalam kehadiran-Nya (Yoh. 14:2-3; Kis. 1:11;
1 Kor. 15:51-52; Flp. 3:20; Kol. 3:4; 1 Tes. 1:10; 1 Tim. 6:14; Yak. 5:8; 2 Ptr.
3:3-4).”
Tribulasi
Para penganut pandangan ini percaya bahwa tujuan utama dari tribulasi
bukan untuk menyucikan gereja atau mendisiplinkan orang percaya. Ada beberapa argument
yang dipegang kuat oleh para penganut pretribulasi bahwa gereja tidak mengalami
masa kesengsaraan. Pertama, argumentasi kontekstual, yaitu saat Paulus
menjelaskan berita pengharapan, bahwa Kristus akan mengangkat gereja-Nya (1 Tes.
4:13-18). Oleh karena itu, rasul memberitahukan agar jemaat di Tesalonika senantiasa
mengenakan perlengkapan roani. Saat
Paulus menyampaikan hal ini murka
belum terjadi. Paulus tidak sedang membicarakan masa tribulasi yang sudah
berakhir atau sedang berlangsung melainkan menjelaskan peristiwa yang belum
terjadi. Kedua, argumentasi teologis, Allah tidak menetapkan umat-Nya untuk
mengalami masa kesengsaraan. Oleh karena kasih anugerah Allah yang besar kepada
gereja-Nya. Karena masa tribulasi itu terutama murka Allah, dan karena orang
percaya tidak ditetapkan untuk menerima murka, maka gereja akan diangkat
sebelum masa tribulasi. Dengan kata lain, pengangkatan terjadi sebelum masa
sengsara. Ketiga, tujuan tribulasi, salah satu alasan mengapa gereja tidak
mengalami masa kesengsaraan adalah tujuan tribulasi itu sendiri.
Milliard J.
Erickson, menjelaskan “Kesengsaraan yang besar ini memiliki tujuan ganda yang
pasti: (1) untuk menggenapi “zaman bangsa-bangsa kafir” (Luk. 21:24), dan (2)
untuk mempersiapkan dan pengumpulan Israel kembali pada pemerintahan milenium
Kristus setelah kedatangan-Nya yang kedua. Dengan demikian kesengsaraan ini
berfungsi sebagai masa transisi dalam rencana Allah.”
Sedangkan Paul Enns menjelaskan bahwa, “Tribulasi adalah minggu ketujuhpuluh dari Daniel (Dan. 9:27) satu minggu menurut terminologi
nabi sama dengan tujuh tahun. Hal itu adalah minggu terakhir dari tujuhpuluh
minggu (490 tahun), nubuta tentang masa depan Israel (Dan. 9:24-27), yang dimulai
444 SM. Minggu keenampuluh sembilan (483 tahun) diakhiri dengan kematian
Kristus (Dan.9:26). Ada
gap antara minggu keenampuluh sembilan (33 M) dan minggu ketujuhpuluh (periode
tribulasi yang akan datang). Pada minggu ketujuhpuluh dari Daniel, Tribulasi memiliki petunjuk secara khusus
pada Israel
(bukan gereja), karena Daniel
diberitahu, “Tujuhpuluh kali tujuh masa telah ditetapkan atas bangsamu” (Dan. 9:24).
Pada waktu Yesus merinci peristiwa Tribulasi di Matius
24-25, Ia menjelaskan pada para murid, apa yang akan terjadi pada bangsa Israel, menunjukkan Tribulasi itu pada Israel.
Tribulasi akan mulai dengan penandaan dari kovenan oleh
binatang buas, yang menjanjikan untu melindungi Israel (Dan. 9:27). Secara teknis,
pengangkatan tidak memulai Tribulasi; mungkin akan ada periode singkat dari
waktu antara pengangkatan gereja dan penandatangan kovenan itu. Tribulasi akan
melibatkan penghakiman Allah atas dunia yang tidak percaya, sebagai yang
dirinci di Wahyu 6-19. Rangkaian urutan yang terdiri
dari meterai, sangkakala, dan cawan penghakiman di Wahyu merinci penghakiman
Allah atas orang tidak percaya, puncaknya dalam kemenangan kembalinya Kristus
ke bumi dengan pengantin perempuan-Nya, yaitu gereja (Why. 19:11-21).
Nubuat tentang tahun menunjuk pada 360 hari, dengan penekanan
pada setengah dari bagian akhir masa Tribulasi, yang disebut Tribulasi besar
(Mat. 24:21) dan menunjuk pada 42 bulan (Why. 11:2) atau 1260 hari (Why. 11:3).
Natur dan tujuan dari Tribulasi adalah penting dalam
menyelesaikan isu dari peran serta gereja dalam hal ini. (1) Natur dari
Tribulasi. Telah diperlihatkan bahwa Tribulasi adalah waktu pencurahan murka
Allah (1 Tes. 1:10; Why. 6:16, 17; 11:18; 14:19; 15:11; 16:1, 19); itu adalah
waktu penghukuman (Yes. 24:20-21); waktu kesukaran (Yer. 30:7; Dan. 12:1);
waktu dari penghancuran besar (Yl. 1:15; 1 Tes. 5:3); waktu dari desolasi (Zef.
1:14, 15); waktu dari penghakiman (Why. 14:7; 16:5; 19:2). Apabila gereja
adalah objek dari kasih Allah, bagaimana gereja dapat ada pada masa Tribulasi
itu?
(2) Sumber dari Tribulasi. Postribulasionis mengusulkan
Tribulasi adalah waktu dari murka Setan, bukan Allah. Penekanan Kitab
Suci, namun demikian adalah bahwa
Tribulasi adalah waktu murka Allah yang dicurahkan dalam penghakiman atas dunia
yang tidak percaya (Yes. 24:1; 26:21; Zef. 1:18; Why. 6:16-17; 11:18; 16:19;
19:1-2, dll).
(3) Tujuan dari Tribulasi. Tujuan pertama dari Tribulasi
adalah membawa Israel pada
pertobatan, dimana akan dicapai melalui displin Allah dalam hubungan dengan
umat-Nya Israel
(Yer. 30:7; Yeh. 20:37; Dan. 1:2; Za. 13;8-9). Tujuan kedua dari Tribulasi
adalah untuk menghakimi orang dan bangsa yang tidak percaya (Yes. 26:21; Yer. 25:32-33;
2 Tes. 2:12).”
Kursi Penghakiman
Fakta tentang bema
pengadilan terdapat dalam Kitab
Suci, dan tujuan dari pengadilan
ini bukanlah untuk menghukum orang percaya, tetapi pemberian upah.
“Kursi penghakiman Kristus disebutkan dalam Roma 14:10,
1 Korintus 3:9-15, dan 2 Korintus 5:10). Hal itu tidak menunjuk pada suatu
penghakiman tentang tujuan kekal tetapi tentang mengupahi orang percaya di masa
gereja untuk kesetiaan. Istilah kursi penghakiman (Yunani, bema) diambil dari permainan orang Yunani dimana atlet yang sukses
dihadiahi kemenangan dalam kontes atlet. Paulus menggunakan gambaran ini untuk
menunjuk pada pemberian hadiah bagi orang percaya di zaman gereja. Tujuan dari
kursi penghakiman itu akan berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan dalam
tubuh, baik itu yang baik atau yang sia-sia (2 Kor. 5:10). Pekerjaan orang
percaya akan diteliti (1 Kor. 3:13), apakah itu melalui usaha sendiri atau
apakah itu dilakukan oleh Allah melalui individual. Apabila pekerjaan orang
percaya tidak bertahan, ia diselamatkan tetapi tidak menerima hadiah (1 Kor. 3:15);
apabila pekerjaan orang percaya adalah murni; ia akan diberi hadiah (1 Kor. 9:25;
1 Tes. 2:19; 2 Tim. 4:8; 1 Ptr. 5:4; Yak. 1:12).
Pemberian upah yang terjadi sebelum kedatangan yang
kedua dapat terlihat dari pengantin perempuan itu telah diberi upah pada waktu
kembali bersama Kristus (Why. 19:8).”
Sedangkan Milliard J. Erickson menjelaskan, bahwa “Pada
masa ini semua orang Kristen akan dihakimi (2 Kor. 5:10). Mereka akan berada di
hadapan takhta pengadilan Kristus dan akan dihakimi menurut pekerjaan mereka.
Penghakiman ini tidak akan meluas pada semua orang yang pernah hidup, atau
bahkan terhadap semua orang yang pada akhirnya diselamatkan. Penghakiman ini
hanya berkaitan dengan “kita semua”, yaitu orang-orang yang percaya kepada
Kristus selama zaman sekarang (yaitu gereja).”
Pernikahan Anak
Domba
Tak lama sesudah bema (takhta pengadilan Kristus), maka
pernikahan Anak
Domba akan diadakan tersendiri di
surga. Setelah itu perjamuan kawin Anak Domba
akan diadakan di depan umum di dunia sesudah kedatangan Kristus yang kedua
kali.
“Sebelum kedatangan kedua, pernikahan Kristus dengan
gereja terjadi di surga. Pada waktu Kristus kembali dengan pengantin
perempuan-Nya di Wahyu 19:7, pernikahan itu telah terjadi. Pernikahan itu
memiliki referensi pada gereja dan terjadi di surga, dimana perjamuan
pernikahan memiliki referensi pada Israel dan terjadi di atas bumi
dalam bentuk kerajaan Milenial.”
Kedatangan
Kristus yang Kedua
Kedatangan Tuhan kedua kali ini berbeda dengan kedatangan-Nya di udara. Kedatangan Tuhan
di udara untuk menjemput umat-Nya yakni gereja. Sedangkan kedatangan-Nya di
bumi adalah untuk menyatakan diri-Nya dan umat-Nya. Kristus akan bersama
umat-Nya menyatakan diri-Nya (Kol. 3:4).
“Pada akhir dari Tribulasi Kristus
akan kembali secara fisik ke bumi (Za. 14:4) untuk menghakimi dan memulai
kerajaan Milenial (Za. 14:9-21; Mat. 25:31; Why. 20:4). Orang-orang kudus PL
dan Tribulasi akan dibangkitkan pada waktu itu untuk mewarisi kerajaan (Why. 20:4).
Pada kedatangan kedua, Kristus akan menghakimi orang Yahudi dan non-Yahudi.
Orang Yahudi akan dihakimi dengan dasar kesiapan mereka akan kembali-Nya (Mat. 25:1-13).
Orang yang diselamatkan akan masuk ke daam kerajaan Milenial (Mat. 25:21),
sedangkan yang tidak percaya akan dilemparkan ke dalam kegelapan yang sangat
dalam (Mat. 25:30). Orang non-Yahudi yang tidak percaya akan dihakimi dalam
lembah Yehosafat (Lembah Kidron, Za. 14:4) berkaitan dengan perlakuan mereka
terhadap orang Yahudi (Yl. 3:2; Mat. 25:40). Respon positif akan
mengindikasikan kepercayaan mereka pada Mesias. Hal ini akan mewarisi kerajaan
(Mat. 25:34), sedangkan ketidakpercayaan akan diserahkan pada penghukuman kekal
(Mat. 25:46).”
Kerajaan Milenial
Kedatangan Tuhan untuk mendirikan Kerajaan selama seribu tahun lamanya. Pada masa
ini Kristus adalah Raja di atas segala raja. Kerajaan Milenial
ini bukanlah kerajaan yang ada pada saat ini, dan juga kerajaan ini tidak akan
berbaur dengan kerajaan-kerajaan yang ada di dunia saat ini, melainkan
menggantikan kedudukan kerajaan-kerajaan dunia ini.
“Pada waktu Kristus kembali ke bumi, Ia akan menyatakan
diri-Nya sebagai Raja di Yerusalem, duduk di atas takhta Daud (Luk. 1:32-33).
Kovenan-kovenan yang tanpa syarat menuntut kembalinya Kristus secara fisikal
dan harfiah untuk mendirikan kerajaan. Kovenan Abrahamik
menjanjikan Isrel suatu tanah, keturunan dan penguasa, dan berkat rohani (Kej. 12:1-3).
Kovenan Palestina menjanjikan Israel suatu restorasi pada tanah dan menetap di
tanah (Ul. 30:1-10); kovenan Davidik menjanjikan seorang penguasa untuk takhta
Daud (2 Sam. 7:16); kovenan Baru menjanjikan pengampunan bagi Israel, alat
dimana bangsa itu akan diberkati (Yer. 31:31-34). Pada kedatangan kedua,
kovenan-kovenan itu akan digenapi sebagaimana Israel dikumpulkan kembali dari
antara bangsa-bangsa (Mat. 24:31), bertobat (Za. 12:10-14), dan dipulihkan pada
tanah di bawah pemerintahan Mesias mereka.
Kondisi selama Milenium akan memberikan lingkungan yang
sempurna secara fisik dan rohani. Itu adalah waktu damai (Mi. 4:2-4;
Yes.32:17-18); sukacita (Yes. 61:7); penghiburan (Yes. 40:1-2); dan tidak ada
kemiskinan (Am. 9:13-15) atau sakit penyakti (Yes. 35:5-6). Karena hanya orang
percaya yang memasuki Milenium, itu adalah waktu untuk keadilan (Mat. 25:37;
Mzm. 24:3-4); ketaatan (Yer. 31:33); kekudusan (Yes. 35:8); kebenaran (Yes. 65:16);
dan kepenuhan dari Roh Kudus (Yl. 2:28-29).
Kristus akan memerintah sebagai raja (Yes. 9:3-7;
11:1-10), dengan Daud sebagai wali (Yer. 33:15, 17, 21; Am. 9:11); bangsawan
dan gubernur pun akan memerintah (Yes. 32:1; Mat. 19:28; Luk. 19:7).
Yerusalem akan menjadi pusat dunia dan pemerintahan (Za.
8:3), bangkit secara fisik untuk menyatakan keunggulannya (Za. 14:10). Akan ada
perubahan topografikal di Israel (Za. 14:4, 8, 10).
Pada akhir Milenium orang mati yang tidak diselamatkan
pada semua zaman akan dibangkitkan dan dihakimi di depan takhta putih yang akbar. Mereka akan divonis dan dilemparkan ke lautan api,
sebagai tempat tinggal mereka yang terakhir (Why. 20:11-15). Si jahat, binatang
buas (antikristus), dan para nabi palsu akan juga dilemparkan ke lautan api
(Why. 20:10).”
Tempat Kekal
Setelah berakhirnya kerajaan seribu tahun secara literal,
maka orang-orang percaya Tuhan akan segera bersama dengan Tuhan selamanya dan
akan masuk ke dalam tempat kekal selamanya bersama dengan Allah.
“Setelah Milenium, surga dan bumi akan dihakimi (2 Ptr. 3:10),
karena mereka adalah wilayah pemberontakan Setan melawan Allah. tempat kekal,
tempat tinggal sema orang yang telah ditebus (Ibr. 12:22-24), akan diantar
masuk ke dalamnya (Why. 21-22).”
Pendukung Teori
Pretribulasi
John Nelson
Darby (1800-1882)
John Nelson Darby adalah tokoh penting dalam gerakan Dispensasionalisme pada abad
ke-19. John Nelson Darby
lahir di London
dari keluarga berkebangsaan Irlandia. Ia belajar di Trinity College,
Dublein, dan menyelesaikan gelar sarjananya pada usia delapan belas tahun. Ia
juga pernah ditahbiskan di Church of England. Karena persatuan antara
Church of England dengan negara, Darby meninggalkan pelayanannya, dan kemudian
Darby pindah ke Plymouth, Inggris, dimana pada tahun 1831 pelayanan
memecah-mecahkan roti dimulai. Pada tahun 1840 kurang lebih ada delapan ratus
orang yang menghadiri gereja yang dimulainya ini, dan akhirnya kelompok ini
disebut Plymouth Brethern, yang mana mereka tidak mau mengidentifikasi gereja
ini sebagai denominasi melainkan sebagai kumpulan saudara (brethren). Kemudian Darby menyebarkan
gerakan ini melalui perjalanannya ke Jerman, Italia, Amerika dan Selandia Baru.
Lewis Spery
Chafer (1871-1952)
Dr. Lewis Spery Chafer lahir pada tanggal 27 Februari
1871 di Rock Creek, Ohio, anak seorang pelayan gereja Conggregational. Lewis Spery
Chafer adalah pendiri dan presiden
pertama Dallas Theological Seminary, Dallas,
Texas. Dari tahun 1924-1952
Chafer melayani sebagai presiden dan professor teologi sistematika di sekolah
yang didirikannya tersebut. Pandangan dispensasionalnya dengan jelas terlihat
dalam kedelapan volume Sistematika
Teologinya.
John F. Walvoord
John Flipse Walvoord
lahir pada tanggal 1 Mei 1910 di Sheboygan, Wisconsin,
anak ketiga dari Garrett Walvoord dan Mary
Flipse Walvoord.
Ia menerima gelar Bachelor of Art (A.B.) dan Doctor of Divinity (D.D.) dari
Wheaton College; Master of Art (A.M.) dari Texas Christian University; Bachelor
of Theology (Th.B.), Master of Theology (Th.M.) dan Doctor of Theology (Th.D.)
dari Dallas Theological Seminary. Ia pernah menjadi presiden dari Dallas
Theological Seminary menggantikan Dr.
Lewis S.
Chafer, pendiri Dallas. Ia juga
pernah menjabat sebagai chancellor di sekolah yang sama. Dan
akhirnya ia juga pernah menjabat sebagai presiden Evangelical Theological
Society.