Minggu, 07 Oktober 2012


ESKATOLOGI

By

Adi Bambang W., M.Th

            Ada tiga pandangan utama mengenai hal-hal akhir yaitu amilenialisme, postmilenialisme dan premilenialisme.

AMILENIALISME

Defenisi Dan Pokok Ajaran

Istilah ‘amilenial’ secara harafiah berarti ‘tidak ada milenium’. Penganut amilenialisme merasa, bahwa kata ini merugikan pandangan mereka sebab menyatakan, bahwa mereka yang mengikuti pandangan ini menolak adanya seribu tahun, padahal mereka mengakui adanya seribu tahun. Maka istilah tersebut harus dipahami sebagai tidak ada seribu tahun secara harafiah.

Paul Enns menjelaskan, bahwa, “kata ‘a’ dalam amilenialisme menegatifkan istilah itu. Jadi amillenialisme berarti tidak akan ada millennium di masa mendatang yang bersifat harafiah. Amilenialisme tidak menyangkali kembalinya Kristus secara harafiah, tetapi mereka menolak pemerintahan Kristus selama seribu tahun di dunia ini secara harafiah.”[1]

Sedangkan menurut Ryrie, “Amilenialisme adalah suatu pandangan mengenai akhir zaman yang berpendapat, bahwa kerajaan seribu tahun itu tidak ada sebelum dunia berakhir. Sampai akhir dunia ini hanya ada satu perkembangan paralel, baik kebaikan dan kejahatan, Kerajaan Allah dan Setan. Sesudah kedatangan Kristus kedua kali pada akhir zaman ada kebangkitan secara umum dan penghakiman untuk seluruh manusia secara umum.”[2]

Kedatangan Kristus Kali Kedua

Pandangan ini menjelaskan bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali sebagai satu peristiwa yang terjadi satu kali. Pandangan ini percaya, bahwa kemenangan Kristus yang meyakinkan atas dosa, kematian, dan Setan telah terjadi selama kedatangan pertama-Nya, maka pemerintahan milenial Kristus adalah sekarang.

Anthony A. Hoekema dalam bukunya Alkitab dan Akhir Zaman mengatakan bahwa “Amilenialisme memahami kedatangan Kristus yang kedua sebagai satu peristiwa tunggal, dan bukan satu peristiwa dengan dua tahap di dalamnya. Pada saat Kristus datang kembali, akan terjadi kebangkitan umum, bagi orang-orang percaya maupun tidak. Setelah kebangkitan, orang-orang percaya yang masih hidup pada saat Kristus kembali, akan diubahkan dan dimuliakan. Kedua macam orang percaya ini, yaitu orang percaya yang akan dibangkitkan dan orang percaya yang diubahkan, akan diangkat dan bertemu dengan Tuhan di awan-awan. Setelah “pengangkatan” orang-orang percaya ini, maka Kristus akan menyudahi kedatangan-Nya kembali dengan melaksanakan penghakiman akhir. Sesudah itu, orang-orang yang tidak percaya akan dicampakkan ke dalam penghukuman kekal, sedangkan orang-orang percaya akan menikmati segala berkat di dalam langit dan bumi yang baru selama-lamanya.”[3] Sedangkan Milliard J. Erickson mengatakan, bahwa amilenialisme menggagaskan bahwa selama masa seribu tahun ini, Kristus tidak akan memerintah di bumi. Penghakiman terakhir yang besar akan langsung dilaksanakan menyusul kedatangan-Nya kali yang kedua sehingga langsung menciptakan keadaan akhir dari orang benar dan orang fasik.[4]

Pandangan ini mempercayai, bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali sebagai peristiwa yang terjadi satu kali.


Kebangkitan Orang Mati

Penganut pandangan ini mengajarkan kebangkitan tubuh terjadi pada akhir zaman meliputi kebangkitan orang percaya dan orang tidak percaya Tuhan (1 Kor. 15:23; Flp. 3:20-21; 1 Tes. 4:16).


Penghakiman Terakhir

Penghakiman terjadi pada semua orang. Akan ada penghukuman umum, karena menentukan kedudukan orang pada masa kekal. Bahkan, malaikat pun termasuk (1 Kor. 6:2-3). Waktu penghakiman terjadi pada akhir zaman (2 Ptr. 3:7), dan hakimnya adalah Kristus. Isi dari penghakiman adalah “perbuatan (Mat. 25:35-40), kata-kata (Mat. 12:36) dan pikiran (1 Kor. 4:5). Standar dari penghakiman adalah wahyu Allah (Mat. 11:20-22).

Tribulasi

Tribulasi terjadi pada masa sekarang ini.

Milenium

Kitab Wahyu 20 adalah satu-satunya bagian Alkitab yang menjelaskan Kerajaan Seribu tahun secara eksplisit. Karena kitab Wahyu adalah kitab apokaliptis, maka kaum Amilenialis memandang Alkitab sebagai suatu unit yang isinya tanpa kontradiksi, maka mereka percaya, bahwa kitab Wahyu mengatakan secara simbolis apa yang oleh bagian Perjanjian Baru lainnya dikatakan dalam bahasa yang jelas. Dengan kata lain, penentuan penafsiran Kerajaan Seribu tahun dalam Kitab Wahyu tidak boleh bertentangan dengan pengajaran eskatologi bagian-bagian lain Perjanjian Baru. Dengan prinsip ini, maka kaum Amilenialis menafsirkan Wahyu 20 secara figuratif, menggunakan sistem penafsiran yang dikenal sebagai Paralelisme Progresif. Beberapa ahli yang telah mempelajari kitab Wahyu sebagai keseluruhan, menemukan bukti kuat, bahwa hubungan antara Wahyu 20:1-10 dan Wahyu 19:11-21 adalah kemajuan paralel. Menurut mereka, kitab Wahyu terdiri atas 7 bagian yang berjalan paralel satu dengan yang lainnya, setiap bagian menggambarkan gereja dan dunia dari masa kedatangan Kristus yang pertama sampai kedatangan Kristus yang kedua.

Milliard J. Erickson mengatakan, “Ketika penganut amilenialisme menafsirkan seluruh Wahyu 20, para penganutnya pada umumnya melihat amanat seluruh kitab ini. Mereka melihat Kitab Wahyu ini terbagi atas berbagai bagian, dan angka tujuh merupakan angka yang paling sering disebut. Ketujuh bagian ini merujuk kepada masa waktu sejarah yang berurutan; sebaliknya, merupakan rangkuman dari jangka wktu yang sama, yaitu jangka waktu diantara kedatangan Kristus yang pertama dengan yang kedua. Dipercayai bahwa ditiap-tiap bagian ini penulis mengangkat tema yang sama dan mengembangkannya. Apabila penafsiran ini memang benar, maka Wahyu 20 tidak merujuk kepada periode terakhir dalam sejarah gereja, tetapi merupakan segi pandangan yang khusus dari seluruh sejarah gereja. Para amilenialisme juga mengingatkan kita bahwa Kitab Wahyu seluruhnya penuh dengan bahasa simbolis. Mereka mengemukakan bahwa penganut pra-milenialis yang paling fanatikpun tidak menafsirkan semua hal dalam Kitab Wahyu secara harafiah. Misalnya cawan-cawan, meterai-meterai, dan berbagai sangkakala itu biasanya ditafsirkan sebagai simbol. Dengan memperpanjang prinsip tafsiran kiasan ini golongan amilenialis ini mengatakan bahwa seribu tahun dalam Wahyu 20 mungkin juga tidak harafiah. Disamping itu, mereka mengemukakan bahwa masa seribu tahun tidak disebutkan sama sekali dalam bagian Alkitab yang lain. Timbullah pertanyaan sekarang, kalau masa seribu tahun harus ditafsirkan sebagai simbol dan tidak harafiah, itu melambangkan apa? Banyak penganut amilenialisme mengutip pendapat Warfield yang mengatakan, “Angka tujuh yang kudus apabila dikombinasikan dengan angka tiga yang sama kudusnya menghasilkan kesempurnaan kudus yaitu angka sepuluh, dan jikalau angka sepuluh ini diberi pangkat tiga menjadi seribu, maka penulis kitab ini sudah mengatakan segala sesuatu yang dapat ia katakan untuk menyampaikan kepada pikiran kita gagasan kesempurnaan mutlak.” Dengan demikian sebutan “seribu tahun” dalam Wahyu 20, merujuk kepada kesempurnaan mutlak. Dalam ayat 2 angka ini merujuk kepada kesempurnaan mutlak. Dalam ayat 2 angka ini merujuk kepada kesempurnaan kemenangan Kristus atas Iblis. Dalam ayat 4 angka ini tampaknya merujuk kepada kemuliaan dan sukacita sempurna dari orang tertebus di surga pada saat ini.[5]


Sifat Kerajaan

Pertama. Hanya orang yang bertobat yang dapat memasuki kerajaan Allah (Mat. 3:2; Mrk. 1:15). Kedua. Sifat Kerajaan itu adalah rendah hati, lemah lembut (Mat.5:3-12). Ketiga. Kerajaan Allah tidak berasal dari dunia ini dan itu berarti bukan milik dunia (Yoh. 18:36). Keempat. Kerajaan yang dijanjikan Tuhan telah digenapi dalam gereja (Rm. 2:28-29; Gal. 3:28-29; Flp. 3:3). Kelima. Barangsiapa percaya kepada Tuhan berbagian dalam Kerajaan Allah. Dengan demikian, tidak ada perbedaan bangsa (Mat. 4:15-17; Luk. 2:30-32). Keenam. Kerajaan itu memiliki hidup dan dapat bertumbuh (Mat. 13:24-30, 36-43, 47-50).

 
Israel dan Gereja

Tidak ada perbedaan antara Israel dan gereja. Gereja adalah Israel baru.

 

Sejarah Amillenialisme

a)      Origenes (180-254 AD). Origenes menggunakan prinsip penafsiran alegori. Dalam penjelasan Kitab Wahyu 20:1-6 Origen menjelaskannya dengan prinsip alegori.

b)      Agustinus (354-430 AD). Sebelumnya Agustinus percaya, bahwa Kerajaan Seribu Tahun akan terjadi secara harafiah dan mengharapkan kedatangan Kristus kali kedua akan terjadi setelah kenaikan-Nya ke sorga. Namun, akhirnya setelah sejangka waktu Agustinus percaya, bahwa Kerajaan Allah sudah dan sedang terjadi secara rohani pada masa antara kedatangan kali pertama dan kedua.

c)      Marthin Luther (1483-1546 AD). Ia menjelaskan, bahwa doktrin milenium adalah ajaran sesat (bidat), dan merupakan konsep Yahudi.

d)     John Calvin (1509-1564 AD). Ia mengatakan, bahwa pandangan milenium adalah pandangan kanak-kanak. Ia menjelaskan, bahwa Kitab Wahyu 20:4, tidaklah mendukung pandangan milenium melainkan berbagai macam kesulitan yang dialami gereja saat ini.

 

Metode Penafsiran Amilenialisme

Penganut pandangan ini mempergunakan 3 (tiga) macam metode di dalam penafsiran.

1.      Penafsiran secara arti rohani, khususnya untuk nubuat yang tercatat dalam Kitab Wahyu. Di dalam Kitab Wahyu terdapat banyak penglihatan, angka, tanda dan nama yang terdapat dalam Kitab Wahyu, dan ini perlu dijelaskan dengan hikmat rohani (Why.13:18; 17:9).

2.      Penafsiran berdasarkan struktur ayat yang bersifat progresif parallel.

·         Bagian pertama (pasal 1-3), menyatakan berdiamnya Kristus dalam gereja yang diwakilkan oleh simbolisme 7 kaki dian emas dan Anak Manusia di tengah-tengahnya. Gereja menyatakan terang kepada dunia yang tinggal di dalam kegelapan.

·         Bagian kedua (pasal 4-7), penglihatan tentang 7 (tujuh) meterai, dimana penghukuman menimpa bumi, meskipun orang Kristen menderita dan teraniaya, kemenangan berada di tangan Kristus.

·         Bagian ketiga (pasal 8-11), penglihatan tentang 7 (tujuh) sangkakala. Dalam penglihatan ini gereja mendapat pembelaan dari Tuhan.

·         Bagian keempat (pasal 12-14), seorang wanita melahirkan anak laki-laki. Ini menunjuk kepada kelahiran Kristus. Dan naga adalah lambang Setan, tujuan Setan adalah melahap si Anak (12:4). Gagal melakukan hal ini setan menganiaya perempuan yang menjadi lambang gereja.

·         Bagian kelima (pasal 15-16), menggambarkan 7 (tujuh) cawan murka menjelaskan murka Allah kepada mereka yang tidak bertobat.

·         Bagian keenam (pasal 17-19), menggambarkan kejatuhan dan hukuman akhir dua penolong si Naga, Binatang dan Nabi Palsu.

·         Bagian terakhir (pasal 20-22) menggambarkan ajal si Naga, dengan demikian melengkapi gambaran kekalahan musuh-musuh Kristus, dan juga perwujudan langit baru dan bumi baru.

3.      Penafsiran Simbol. Di dalam Kitab Wahyu terdapat banyak sekali kalimat yang merupakan simbol. Sebagai contoh, 7 (tujuh) meterai, 7 (tujuh) sangkakala, 7 (tujuh) cawan, naga ular tua, Babel, Mesir, Sodom, 666, 144.000 dan 1000 tahun, merupakan simbol, dan tidak bisa diterjemahkan secara harafiah. 

John F. Walvoord mengatakan, “Dalam penafsiran Alkitab secara ortodoks, teologi penafsiran nubuat yang paling menonjol seja era Kristiani abad ke empat adalah amilenium atau non-milenium. Mulai dengan Agustinus, penafsiran amilenium berpendapaat bahwa tidak ada pemerintahan Kristus di bumi selama seribu tahun kelak, tetapi Milenium itu sendiri merujuk kepada zaman sekaran, atau mungkin juga seribu tahun terakhir dari zaman ini. Karena paham ini tidak mempunyai tempat untuk penafsiran secara harfiah dari bagian-bagian yang berbau milenium, maka sejak abad XIX paham ini dikenal sebagai paham millennium.

Penafsiran amilenium ini, dalam batas-batas teologi ortodoks mempunyai berbagai macam penjelasan mengenai penggenapan dari nubuat-nubuat millennium. Yang paling popular, yaitu penafsiran Agustinus, menghubungkan Milenium dengan masa kini, sebagai kerajaan rohani yang memerintah dalam hati orang Kristen atau dalam bentuk kemajuan Injil dalam gereja.

Para penganut amilenium dalam abad ke XIX dan XX mengemukakan berbagai macam penafsirn; beberapa diantaranya percaya bahwa Milenium itu telah digenapi dalam kurun waktu antara kematian dan kebangkitan seorang Kristen. Beberapa orang dalam abad XX percaya bahwa Milenium itu akan digenapi dalam langit baru dan bumi baru seperti yang digambarkan dalam Wahyu 21-22. Beberapa penganut amilenium juga mengatakan bahwa bagian mengenai millennium adalah bagian yang bersyarat dan tidak akan digenapi karena Israel telah kehilangan imannya. Dan yang lain lagi mengemukakan bahwa kerajaan di bumi ini digenapi dalam masa pemerintahan Salomo yang memerintah di tanah yang dijanjikan kepada Abraham (Kej.15:8).

Dalam paham amilenium abad ke XX penafsiran Neo-ortodoks tentang Kitab Suci harus pula dipertimbangkan. Pandangan mereka mengatakan, bahwa kerajaan itu sedang digenapi dalam pengalaman pribadi orang Kristen. Secara umum, para pakar Neo-Ortodoks percaya, bahwa Allah berkomunikasi langsung kepada orang Kristen secara adikodrati, tetapi Alkitab tidak dipandang sebagai catatan wahyu yang tidak mengandung kesalahan.”[6]

Pendukung Teori Amilenialisme

Louis Berkhof

Louis Berkhof lahir pada tanggal 13 Oktober 1873 di Emmen, Propinsi Drenthe, Negeri Belanda. Pada saat ia berumur delapan tahun, ia dibawa ke Amerika Serikat dan tinggal di Grand Rapids, Michigan. Pada tahun 1893, ketika ia berrumur sembilan belas tahun, ia bersedia untuk menjadi hamba Tuhan. Ia masuk sekolah teologi di Theological School of the Christian Reformed Church, yang nantinya berubah nama menjadi Calvin Theological Seminary. Ia menerima gelar diploma tingkat collegenya pada tahun 1897 dan tingkat seminarinya tahun 1900. Selain itu, Louis Berkhof juga pernah studi di Princeton Theological Seminary di bawah bimbingan professor B.B. Warfield dan Gerhardus Vos (1904). Pada tahun 1904, Louis Berkhof kembali ke Grand Rapids dan menjadi gembala di Oakdale Park Christian Reformed Church. Setelah dua tahun masa penggembalaannya, ia mengambil program korespondensi dalam bidang filsafat di University of Chicago. Sejak masa pelayanannya Louis Berkhof tidak pernah memiliki kesempatan untuk melanjutkan studi program kampus untuk memperoleh gelar doktoralnya. Tahun 1906-1926 Louis Berkhof mengajar teologi dan Perjanjian Baru di Calvin Seminary, ditetapkan menjadi professor teologi sistematika pada tahun 1926-1944, dan dari tahun 1931, ia menjadi presiden di seminari tersebut.

Anthony Andrew Hoekema

Anthony Andrew Hoekema lahir pada tahun 1913, di Drachten, Negeri Belanda dan kemudian dibawa ke Amerika Serikat pada tahun 1923. Ia lahir dari keluarga Kristen Reformed dan disegani di kalangan gereja-gereja Reformed Belanda. Mereka dengan kokoh mempertahankan pengakuan-pengakuan iman dari gereja-gereja Reformed Belanda, seperti Heidelberg Catechism, Belgic Confession, dan Canons of Dort. Dalam usia yang masih muda Anthony A. Hoekema menjadi mahasiswa bidang psikologi dan theologi. Ia belajar di Calvin College (A.B., 1936), Denominasional School of the Christian Reformed Church dan di University of Michigan (A.M., in Psychology, 1937). Kemudian ia melanjutkan studinya di Calvin Theological Seminary (Th.B., 1942), Princeton Theological Seminary (1942-44); dan memperoleh gelar Th.D tahun 1953. Ia juga pernah studi di Cambridge University (1965-66 dan 1973-74). Sebelum mengajar teologi Antohny A. Hoekema pernah melayani di beberapa gereja Kristen Reformed. Ia ditahbiskan pada tahun 1944 dan menjadi gembala di Twelfth Street Christian Reformed Church di Grand Rapids, Michigan (1944-50); Bethel Christian Reformed Church di Paterson, New Jersey (1950-54) dan Alger Park Christian Reformed Church di Grand Rapids (1054-56). Sedangkan pengalaman mengajarnya, dari tahun 1939-41 ia mengajar psikologi di Calvin College dan mengajar dogmatika di Calvin Theological Seminary sejak tahun 1955. Dari tahun 1956-1958 ia ditetapkan menjadi professor Alkitab di Calvin College; pada tahun 1958 ia dipromosikan menjadi professor sistematik theologi di seminari, dimana ia melayani di situ sampai tahun 1978. Ia adalah tokoh yang cukup militan di antara teolog Reformed.


POSTMILENIALISME

Defenisi Dan Pokok Ajaran

Istilah “postmilenialisme” berarti, bahwa Kristus akan kembali setelah milenium.”[7] Menurut postmileanilisme, “dunia sekarang ini secara bertahap sedang dalam proses untuk masuk ke dalam zaman milenium, yaitu berdasarkan semakin banyaknya orang-orang dalam dunia ini yang bertobat melalui pemberitaan Injil.”[8]

Milliard J. Erickson mengatakan, “Pandangan ini berdasarkan pada keyakinan bahwa pekabaran Injil akan berhasil sehingga seluruh bumi akan bertobat. Pemerintahan Kristus yang bertempat di dalam hati manusia akan lengkap dan universal. Kalimat, jadilah kehendak-Mu, di bumi seperti di surga,” akan terwujud. Damai sejahtera akan menang dan kejahatan benar-benar akan dimusnahkan. Lalu pada saat pemberitaan Injil mencapai puncak keberhasilannya Kristus akan datang kembali.”[9]

 

Postmilenialisme percaya, bahwa “kedatangan Kristus akan mengikuti milenium, yang diharapkan terjadi selama dan akhir dispensasi Injil. Segera sesudahnya, Kristus akan datang untuk membawa segala sesuatu kepada susunan kekal.”[10] sedangkan menurut Tim Lahaye dan Jerry B. Jennkins postmilenialisme adalah anggapan bahwa “gereja akan menginjili dunia, membuat dunia semakin lama semakin membaik sampai pada akhirnya gereja akan membawa masuk kerajaan.”[11]

 

Milenium

Postmilenium berpendapat bahwa kedamaian yang terwujud di dunia kelak, secara langsung bukan merupakan karya Tuhan, melainkan usaha orang percaya.

Charles C. Ryrie, menjelaskan bahwa, “Pertama, lamanya. Kerajaan seribu tahun, menurut pendapat penganut postmilenium akan berupa watu atau masa yang sedemikian panjang, tidak harus secara tepat seribu tahun. Hal ini dapat berarti juga lebih dari seribu tahun. Permulaannya. Beberapa berpendapat bahwa kerajaan seribu tahun akan dimulai secara berangsur-angsur, sedangkan pandangan lainnya melihat permulaan yang tiba-tiba pada penyebaran kebenaran di seluruh dunia. Ciri-cirinya. Kerajaan seribu tahun menurut pandangan penganut postmilenium akan menjadi saat damai, kemakmuran, kehidupan rohani yang baik di bumi. Akan tetapi tidak semua akan diselamatkan, juga tidak semua dosa akan dihapuskan. Namun prinsip kekristenan akan menjadi dasar atau aturan, tidak ada pengecualian dan dosa akan dikurani sampai hilang sama sekali. Kegiatan. Beberapa tokoh paham postmilenium mengizinkan satu masa kemurtadan yang singkat pada akhir millennium sebelum kedatangan Kristus.”[12]

 

Sifat Kerajaan

Pertama. Sifat Kerajaan itu ialah rohani, karena Kitab Suci menjelaskan hal itu (Yoh. 18:36). Kerajaan Allah, Kerajaan Surga, Tubuh Kristus (gereja), memiliki makna yang sama. Kedua. Keberadaan Kerajaan Allah dan Allah ada pada waktu yang sama. Karena itu, keberadaan alam semesta, kehancuran negara, kesemuanya itu merupakan sebagian pernyataan dari Kerajaan Allah (Ibr. 1:3; Dan. 2:20-21). Ketiga. Pertumbuhan kerajaan berdasarkan pada pemberitaan Injil, dan bergantung pada kuasa Roh Kudus. Keempat. Puncak dari keberhasilan Kerajaan itu adalah semua orang yang ada di bumi ini dikristenkan, namun dosa masih nampak. Pada saatnya setelah Tuhan datang mereka yang palsu dan asli akan dipisahkan.

“Sebuah ciri yang penting lainnya dari postmilenialisme adalah pandangannya bahwa kerajaan Allah merupakan realitas dunia pada saat ini, dan bukan realitas surga dimasa yang akan datang. Kerajaan Allah itu ada disini pada saat ini, dan kerajaan itu berkembang secara bertahap. Kerajaan itu bukan sesuatu yang tidak ada pada saat ini, melainkan akan dimulai oleh sebuah peristiwa yang besar. Kerajaan itu akan datang secara bertahap, dan hampir tidak dapat kita lihat atau rasakan.”[13]

Kedatangan Kristus Kali Kedua

Penganut pandangan ini menjelaskan, bahwa kembalinya Kristus setelah milenium. George Whitefield dan Jonathan Edwards adalah pendahulu dari kedatangan Kristus kali kedua. Kedatangan Kristus dapat dilihat dan secara harafiah (Kis. 1:11; 1 Tes. 4:16; Why. 1:7). Akan tetapi, waktu kedatangan-Nya tidak diketahui.
 

Kebangkitan Orang Mati

Postmilenialisme ini sepakat dengan golongan amilenialisme berkaitan dengan kebangkitan. Akan ada kebangkitan secara umum baik orang yang telah percaya Tuhan dan yang belum percaya kepada Tuhan (Dan. 12:2; Mat. 25:31-32; Yoh. 5:28-29; Kis. 24:15; Why. 20:12-13) yang akan terjadi dalam kaitannya dengan kedatangan Kristus kali kedua (1 Kor. 15:23-24; 1 Tes. 4:16).

Tribulasi

Tribulasi dialami pada masa sekarang ini.

Israel dan Gereja

Tidak ada perbedaan antara Israel dan gereja. Gereja adalah Israel baru.

Penghakiman Terakhir

Pandangan postmilenialis dalam penghakiman terakhir sama dengan pandangan amilenialisme. Pada saat kedatangan Kristus yang kedua kali akan ada kebangkitan dan penghakiman secara umum bagi semua orang (Mat. 13:37-43; 25:32), demikian juga malaikat (2 Ptr. 2:4).

Metode Penafsiran Postmilenialisme

Penganut pandangan ini mempergunakan 3 (tiga) macam metode di dalam penafsiran.

1.      Penafsiran secara simbol. Ada demikia banyak ayat dalam Alkitab yang dapat dilambangkan, dan memiliki makna yang dalam. Sebagai contoh, Kejadian 3:15 dan Yesaya 53:6.

2.      Arti rohani, yakni suatu istilah atau kalimat yang mempunyai makna/arti rohani. Sebagai contoh, Galatia 3:29.

3.      Penafsiran Alegoris. Ada demikian banyak ayat yang ditemukan bersifat alegoris. Sebagai contoh, Galatia 4:21-31.

Milliard J. Erickson mengatakan, “Bagi para penganut postmilenialisme, masa seribu tahun dalam Wahyu 20 bersifat simbolis. Walaupun masih dipertanyakan apakah Warfield memiliki pandangan postmilenial atau amilenial, penafsirannya mengenai masa seribu tahun telah dikutip dengan persetujuan oleh Boettner, seorang penganut postmilenialisme yang sudah diakui. Boettner merasa bahwa arti millennium lebih bersifat kualitatif dibandingkan kuantitatif. Satu penafsiran adalah bahwa kebangkitan yang pertama mengacu pada dihidupkannya kembali roh-roh dari orang-orang yang menjadi martir pada sejarah awal gereja. Padangan lainnya adalah bahwa kebangkitan yang pertama mengacu kepada kenaikan para martir ini ke surga, yang sekarang memerintah bersama Kristus di dalam suatu keadaan yang kadang-kadang disebut sebagai “keadaan yang segera”. Intinya adalah bahwa doktrin millennium tidak didasarkan pada Wahyu 20 melainkan pada bagian-bagian Kitab Suci lainnya. Kata millennium barangkali harus selalu dilampirkan dalam tanda baca. Akan ada periode waktu yang lama, yang tidak tertentu pada panjangnya, dimana Tuhan akan memerintah atas bumi. Pemerintahan ini akan dibentuk secara progresif, dan karena awal yang bertahap ini, maka panjang yang tepat dari periode tersebut akan sulit untuk diukur atau dihitung.”[14]

 

Pendukung Teori Postmilenialisme

Lorainer Boettner

Lorainer Boettner lahir di Northwest Missiouri. Ia adalah tamatan dari Princeton Theological Seminary (Th.B., 1928; Th.M., 1929). Pada tahun 1933, L. Boettner mendapat gelar kehormatan Doctor of Divinity dan pada tahun 1957 memperoleh gelar Doctor of Literature di sekolah yang sama. Ia mengajar selama delapan tahun di Pikeville College, Kentucky.

Augustus H. Strong

Augustus H. Strong adalah seorang theolog Baptis, dan seorang pemikir konservatif yang sangat berpengaruh di Amerika di akhir abad kesembilan belas dan permulaan abad kedua puluh. A.H. Strong lahir di Rochester, New York pada tanggal 3 Agustus 1836. Ia menyelesaikan sarjananya di Yale pada tahun 1857 di bawah didikan pengajaran Theodore Woolsey, James Hadley, Noah Porter, dan George Park Fisher. Ia pernah melayani sebagai gembala di First Baptist Church di Haverhill, Massachusetts (ditahbiskan pada tahun 1861). A.H. Strong menerima gelar kehormatan; Doctor of Divinity dari Brown University pada tahun 1870. Ia juga memperoleh Doctor of Divinity dari Yale (1890) dan Princeton (1896), LL.D. dari Bucknell (1891) dan Alfred (1894), dan Litt.D. dari University of Rochester (1912). A.H. Strong pernah melayani di American Baptist Foreign Mission Society (1892-1895), General Convention of Baptist of North America (1905-1910), dan Rochester Historical Society (1890).


PREMILENIASLISME

 

Defenisi

Premilenialisme adalah suatu pandangan yang menyatakan bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali akan terjadi sebelum seribu tahun, dan Krsitus akan mendirikan Kerajaan-Nya di bumi ini selama seribu tahun. Sedangkan, J. Dwight Pentecost mengatakan premilenilisme adalah pandangan yang mengatakan, bahwa Kristus akan datang kembali ke bumi, secara fisik dan harafiah, sebelum kerajaan seribu tahun di mulai dan bahwa Dia melalui kehadiran-Nya sebuah kerajaan akan dimulai di bawah pemerintahan-Nya.[15]

Semua penganut premilenialisme percaya bahwa Kerajaan Seribu Tahun terjadi setelah kedatangan Kristus yang kedua kali. Karena itu, orang-orang premilenialis mengharapkan terjadinya pemerintahan oleh Kristus di bumi selama seribu tahun segera setelah kedatangan-Nya kembali, dan sebelum Kristus membawa orang-orang percaya ke dalam kekekalan. Pada kenyataannya, penganut pandangan ini terbagi menjadi beberapa golongan sesuai dengan metode penafsiran serta keyakinan masing-masing pandangan terhadap peristiwa pengangkatan gereja.

 
Pandangan Gereja Mula-Mula

Pandangan premilenialisme merupakan pandangan yang paling berpengaruh di bagian awal sejarah gereja. Orang Kristen selama tiga abad meyakini Kristus akan segera datang.

Henry C. Thiessen mengatakan, “Gereja mula-mula pada umumnya berpandangan pra-milenial. Eskatologi belum disusun secara bersistem pada mulanya, namun beberapa naskah kuno yang masih ada dapat dipergunakan untuk mendukung kenyataan bahwa selama tiga abad pertama dari gereja, pandangan pra-milenialisme dianut dimana-mana. Papias, yang meninggal sekitar tahun 155 TM, menulis bahwa “akan ada kerajaan seribu tahun setelah kebangkitan dari antara orang mati, ketika pemerintahan pribadi Kristus akan didirikan di bumi ini. Ia juga menulis, “Akan datang hari-hari ketika pohon-pohon anggur akan tumbuh dengan subur, masing-masing dengan sepuluh ribu carang, dan setiap carang akan memiliki sepuluh ribu ranting, dan dalam tiap ranting ada sepuluh ribu tunas, dan di dalam setiap tunas terdapat sepuluh ribu tandan dan pada setiap tandan akan ada sepuluh ribu anggur, dan bila setiap buah anggur diperas akan menghasilkan sekitar 851 liter air anggur. Sekalipun pernyataan ini terlalu dilebih-lebihkan, jelas sekali itu menunjukkan kepercayaan akan kerajaan seribu tahun. Barnabas yang menulis sekitara tahun100 TM, menyamakan sejarah dunia dengan enam hari penciptaan dan satu hari istirahat. Setelah enam hari, yang ditafsirkannya sebagai enam ribu tahun, Kristus akan datang kembali dan “menghancurkan masa orang fasik, menghakimi orang yang tidak beriman, mengubah matahari, bulan dan bintang-bintang, dan setelah itu Ia akan betul-betul beristirahat pada hari yang ketujuh.” Barnabas selanjutnya mengatakan bahwa hari kedelapan adalah permulaan suatu dunia yang baru. Yustinus martir (sekitar 110-165 TM) menulis, “Saya dan orang-orang lain, yang merupakan orang Kristen berpikiran sehat dalam segala hal, sangat yakin bahwa akan ada kebangkitan orang mati, masa seribu tahun di Yerusalem, yang pada saat itu akan dibangun, dihiasi dan diperluas. Seorang pengarang yang lebih kemudian lagi bernama Tertulianus (sekitar 150-225 TM), menyatakan, “Kita mengetahui bahwa suatu kerajaan di bumi telah dijanjikan kepada kita, sekalipun belum kita ke surga, hanya dalam eksistensi yang lain; karena kerajaan ini akan ada setelah kebangkitan selama seribu tahun di kota Yerusalem yang dibangun oleh Allah sendiri.” Selanjutnya ia menulis bahwa setelah seribu tahun berlalu “akan terjadi penghacuran dunia dan segala sesuatu akan dibakar pada saat penghukuman.” Sejarawan terkenal, Philip Schaaff, mengatakan, “Pokok yang paling menonjol dari eskatologi zaman pra-Nicea ialah pandangan chiliasme, atu milenarianisme . . . Paham ini memang bukan merupakan doktrin gereja yang masuk dalam pengakuan iman atau bentuk ibadat yang resmi, tetapi merupakan pendapat yang dianut secara luas oleh guru-guru Alkitab yang terkenal.”[16]

Sedangkan William W. Menzies dan Stanley M. Horton mengatakan, bahwa “Gereja mula-mula menantikan kedatangan Kristus kembali untuk mendirikan kerajaan-Nya dan memerintah di Yerusalem sebagai ahli waris sejati yang terakhir dari takhta Daud. Mereka menerima janji Yesus secara harafiah bahwa 12 rasul itu akan duduk di dua belas takhta untuk menghakimi dan mengatur ke-12 suku dari Israel yang sudah dipulihkan (Mat. 19:28).

Paulus memuji orang-orang Tesalonika karena mereka, “berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar, dan untuk menantikan Anak-Nya dari surga (1 Tes. 1:9-10). Mereka dapat bersatu dengan mencanangkan penebusan oleh darah Anak Domba, tetapi juga fakta bahwa Kristus telah menjadika mereka raja dan imam yang akan memerintah di bumi.

Ketika waktu terus berjalan, harapan orang percaya mulai pudar. Tetapi pada abad-abad pertama masih terus ada orang-orang yang menekankan pemerintahan kerajaan seribu tahun Kristus di bumi. Mereka kadang-kadang disebut penganut “paham khiliasme”, dari kata Yunani chilia, “seribu”. Lalu, setelah kekristenan dijadikan agama resmi kekaisaran Romawi, mulai terjadi perubahan. Para gembala siding dari jemaat-jemaat tidak lagi berperanan sebagai pemimpin pelayan. Malahan, mereka mengikuti pola pemerintahan Kekaisaran Romawwi dan membangun hierarki kekuasaan.

Ketika ibukota kekaisaran berpindah dari Roma ke Konstantinopel, terjadi kekosongan politik di Roma, jadi uskup Roma menawarkan jasanya memikul kepemimpinan politik, serta menjadikan kedudukannya sebuah takhta. Uskup-uskup lainnya mulai memandang gereja mereka sebagai sebuah basis kekuasaan, perhatian mereka dialihkan dari pengharapan penuh bahagia Gereja kepada kekuasaan dan otoritas keduniaan. Sebagai akibatnya, timbul pascamilenialisme, yang mengajarkan bahwa kerajaan seribu tahun dimulai dengan kebangkitan Kristus dan akan berakhir dengan kedatangan Kristus yang Kedua Kali, dan oleh karena itu tidak akan ada kerajaan Allah yang mendatang di bumi. Kerajaan satu-saatunya yang diperhatikan oleh para penyokong ajaran demikian adalah kerajaan yang dapat mereka bangun bagi diri mereka sendiri serta menggunakan rakyat sebagai hamba mereka.

Kemudian, amilenialisme muncul, yang mengajarkan bahwa tidak akan ada milenium di bumi (“a” dalam amilenialisme berarti “tidak”). Berbagai pandangan ini dibawa ke dalam gereja-gereja Protestan pada zaman reformasi. Karena mereka tidak mengakui milenium yang mendatang di bumi, mereka tidak mempunyai tempat dalam sistem teologi mereka untuk pemulihan bangsa Israel di bumi. Oleh karena itu, mereka menafsirkan secara rohani nubuat-nubuat kerajaan di dalam Perjanjian Lama tentang Israel dan menerapkannya pada gereja.”[17] 


Pandangan Postribulasi

Istilah tribulasi berasal dari bahasa Inggris yaitu tribulation artinya “penderitaan’, “kesengsaraan”, “tindasan”, dan “siksaan.” Tribulasi merupakan kejadian penderitaan dan kepedihan hati yang tak terlukiskan serta belum pernah terjadi sebelumnya. Tentunya tidak seorangpun yang memiliki keinginan untuk masuk ke dalam kesengsaraan itu melainkan sebaliknya untuk sedapat mungkin dapat terlepas dari masa penyiksaan yang akan dialami. Namun, pandangan postribulasi ini justru menjelaskan bahwa orang percaya akan masuk dan mengalami penderitaan selama masa tersebut. Setelah itu, barulah gereja akan diangkat ketika Kristus datang kedua kali.

Pokok Ajaran

Golongan ini mempunyai pandangan bahwa masa pengangkatan dan kedatangan Kristus yang kedua kali merupakan peristiwa tunggal untuk gereja sesudah masa kesengsaraan besar. Ini menyebabkan bahwa gereja akan mengalami masa kesengsaraan yang sangat mengerikan. Baru setelah masa kesengsaraan yang besar dan sangat mengerikan itu Kristus akan datang kembali. Charles C. Ryrie mengatakan, “gereja akan terus di atas bumi selama seluruh masa tersebut, tetapi pada akhirnya akan ada pengangkatan.”[18] R.A. Taylor mengatakan, “This is the usual traditional interpretation. The church will go through the great tribulation and when Christ comes again will meet him in the air.”[19]

Milliard J. Erickson mengatakan bahwa para penganut pandangan ini percaya bahwa “kedatangan Tuhan itu tidak memiliki dua tahap yaitu kedatangan untuk dan bersama gereja, melainkan mengacu kepada satu kejadian tunggal. Kedatangan ini akan mengakhiri masa tribulasi, membangun Kerajaan Allah di bumi. Dengan demikian, mereka mempercayai bahwa hanya ada dua kebangkitan: kebangkitan yang pertama dikhususkan kepada orang percaya yaitu pada awal seribu tahun dan kebangkitan kedua yaitu yang dikhususkan bagi orang-orang yang tidak percaya Tuhan pada akhir seribu tahun. Dengan kata lain, orang-orang percaya akan diangkat untuk bertemu dengan Tuhan pada akhir masa kesengsaraan dan mereka akan segera menyertai kedatangan Tuhan saat Kristus turun ke bumi dengan penuh kemenangan.”[20]

Peter Wongso mengatakan, “Sesudah masa kesengsaraan besar terjadi Kristus datang kembali ke bumi sebagai raja. Kedatangan-Nya ini bagi antikristus adalah hari penghakiman. Sedangkan bagi orang percaya itu adalah hari kemuliaan bagi setiap orang yang bertobat termasuk Israel. Saat kedatangan-Nya yang mati dalam Kristus akan terlebih dahulu dibangkitkan kemudian menyusul kepada yang masih hidup.”[21]

Sedangkan John F. Walvoord mengatakan, “Kristus akan datang untuk gereja-Nya sebagai suatu tahap dari kembali-Nya ke bumi setelah masa kesusahan besar.”[22] Thiesen mengatakan, “gereja akan mengalami masa kesengsaraan ini dan bahwa terangkatnya orang-orang yang telah ditebus itu akan langsung diikuti oleh kembalinya mereka bersama Kristus.”[23]

Sedangkan J. Dwight Pentecost, dalam bukunya Things to Come mengatakan alasan yang dipegang oleh pandangan ini dalam mempertahankan pandangan mereka, antara lain:

Pertama, posttribulasi menolak konsep dispensasional, meletakkan gereja dalam masa yang disebut “kesusahan Yakub” (Yer. 30:7). Kedua, menolak perbedaan antara Israel dan gereja. Ketiga, menolak sifat dan tujuan tribulasi. Keempat, menolak adanya perbedaan antara rapture dan kedatangan Kristus ke bumi, sebaliknya meyakini bahwa peristiwa tersebut akan terjadi secara bersamaan.

Selanjutnya dikatakan bahwa golongan yang meyakini pandangan ini memiliki tiga buah argumentasi yang penting dalam melandasi pandangan mereka. Pertama, Argumentasi sejarah, yaitu golongan posttribulasi menolak ajaran pretribulasi karena tidak sesuai dengan ajaran para rasul.

Kedua, argumentasi kontra immanent, tidak mempercayai adanya pengangkatan gereja yang didahului dengan tanda-tanda yang dapat dijangkau oleh indra, sehingga Yesus terlihat dekat dan terjadi rapture sebelum masa tribulasi, selama tujuh tahun.

Ketiga argumentasi janji tribulasi yang menjelaskan bahwa janji-janji tentang masa tribulasi (Mat. 24:9-11; Mrk. 13:9-13) ditujukan kepada gereja bukan kepada Israel dan bangsa-bangsa.[24]
 
Sedangkan Milliard J. Erickson, dalam bukunya Teologi Kristen mengatakan alasan yang dipegang oleh pandangan ini dalam mempertahankan pandangan mereka, antara lain:

“Kalangan ini beranggapan bahwa kedatangan Kristus untuk gereja-Nya tidak akan terjadi sebelum masa kesengsaraan besar berakhir. Mereka mengelak penggunaan istilah rapture (keadaan yang sangat bahagia) atau pengangkatan karena (1) istilah tersebut bukan merupakan istilah alkitabiah dan (2) istilah ini menyarankan bahwa gereja akan lolos atau terlepas dari pengalaman kesengsaraan besar, gagasan semacam ini bertolak belakang dengan inti pandangan pasca-kesengsaraan.”[25]

Masa Kesengsaraan

Penganut pandangan ini membedakan antara kesengsaraan yang besar dan murka Allah. Masa kesengsaraan, yang sebagian disebabkan oleh semua orang-orang bukan Kristen dan Iblis, akan dialami oleh semua orang di atas bumi. Sedangkan murka Allah hanya ditujukan kepada mereka yang jahat; orang percaya Tuhan tidak akan mengalami hal ini.

Pandangan utama postribulasionisme dalam konteks studi ini adalah bahwa gereja akan ada pada masa sengsara. Gereja akan dijauhkan dari murka Allah, tetapi tidak dari sengsara. Kata bahasa Yunani thumos, yang berarti “ledakan kemarahan yang hebat,” digunakan untuk menunjukkan murka Allah sembilan kali dari delapan belas kali kemunculannya dalam Perjanjian Baru. Sembilan kali kemunculan ini terdapat dalam Kitab Wahyu, dimana murka Ilahi itu digambarkan bukan saja memukul orang-orang yang jahat (dalam Wahyu 14:8 murka itu terjadi atas Babel; pada 14:19 dan 19:5, atas angkatan perang di Harmagedon; dala 15:1, 7 dan 16:1, 19 atas para penghuni bumi). Kata Yunani orge, yang berarti “murka yang tetap,” digunakan untuk menunjukkan kemarahan Allah kira-kira dua puluh tujuh kali dalam Perjanjian Baru. Orge Allah, menurut pendapat para penganut posttribulasionisme, hanya terjadi kepada orang-orang yang jahat, dan tidak pernah kepada orang-orang yang benar.

Namun bertentangan dengan hal ini, ada konsep mengenai masa kesengsaraan, yang ditunjukkan oleh kata benda thlipsis dan kata kerja thilibo. Dari lima puluh kali muculnya kata-kata ini dalam Perjanjian Baru, empat puluh tujuh kata berhubungan dengan masa kesengsaraan yang harus dialami oleh orang-orang suci. Hanya dua kali kata ini menunjukkan kemarahan Allah terhadap orang berdosa (Rm. 1:9; 2 Tes. 1:6), dan dalam kedua kasus ini tidak satu pun di antaranya merupakan kemarahan Allah terhadap orang berdosa selama minggu ketujuhpuluh pemerintahan Daniel. Dalam konteks minggu ketujuhpuluh, kata masa kesengsaraan menunjukkan penganiayaan terhadap orang-orang suci (Mat. 24:9, 21, 29; Mrk. 13:19-24; Why. 7:14). Dengan demikian, kesengsaraan bukan murka Allah terhadap orang berdosa, melainkan murka Iblis, Antikristus, dan orang-orang jahat terhadap orang-orang suci.[26]

Sedangkan Paul Enns menjelaskan para penganut pandangan ini meyakini bahwa, “Karena masa pengangkatan sebelum masa kesengsaraan dikaitkan dengan perbedaan yang jelas berkaitan dengan program Allah untuk Israel dan program-Nya untuk gereja, dan karena premilenialisme historik tidak menerima perbedaan itu, maka premilenialisme historik mengajarkan bahwa gereja akan mengalami masa kesengsaraan. George Ladd membantah bahwa hal itu merupakan kepercayaan gereja mula-mula dan argumentasi selanjutnya adalah bahwa istilah Yunani berhubungan dengan kedatangan Kristus (parousia, apocalypse, dan epiphany) tidak membedakan antara dua kedatangan yang berbeda sebagaimana yang diajarkan oleh masa pengangkatan sebelum masa kesengsaraan. Setelah pengamatan dari ayat-ayat kunci yang digunakan oleh pandangan pengangkatan sebelum masa kesengsaraan. Ladd, menyimpulkan mereka tidak jelas mengajarkannya dalam PB. Ia menyatakan: “Firman Tuhan di mana pun tidak meneguhkan bahwa Pengangkatan dan kebangkitan orang percaya akan mendahului Tribulasi.”

Argumentasi bahwa gereja akan berada di atas bumi selama Tribulasi dapat diringkaskan sebagai berikut. (1) Posttribulasionisme adalah pandangan historik yang dipegang oleh gereja mula-mula; pretribulasionisme adalah yang sekarang. (2) Meskipun selama masa Tribulasi gereja ada di bumi, gereja akan mengalami penderitaan dan penganiayaan tetapi bukan murka Allah; hal itu disimpan untuk orang tidak percaya. (3) Tidak ada keterpisahan kebangkitan dari orang-orang kudus masa gereja dan orang percaya PL; semua dibangkitkan pada waktu yang sama. Langsung setelah pendirian kerajaan Kristus. (4) Pengharapan penulis PB bukan merupakan pengangkatan yang rahasia, tetapi kedatangan Kristus yang kedua kali. Semua pernyataan menunjuk pada kembalinya Kristus berhubungan dengan kedatangan yang satu kali, bukan kedatangan yang rahasia bagi gereja sebelum Tribulasi dan setelah Tribulasi kedatangan pemerintahan yang terlihat. (5) Gereja termasuk di dalamnya adalah yang diselamatkan dalam segala zaman, dan karena Kitab Suci mengindikasikan orang percaya akan berada di atas bumi selama Tribulasi (misalnya Why. 7:14), hal itu berarti gereja tidak akan diangkat sebelum Tribulasi.” [27]

Charles C. Ryrie menulis bahwa para penganut pandangan ini meyakini, “Penganut posttribulasionisme mengatakan bahwa gereja (yaitu generasi terakhir dari gereja) akan berada di atas bumi selama Masa Kesusahan menurut Why. 4-18 karena alasan-alasan berikut. (1) Tidak ada di dalam pasal-pasal ini yang menyebutkan tentang gereja di surga, suatu hal yang dikehendaki untuk dinyatakan di dalam teks jika hal itu benar. (2) Penggunaan kata ‘orang-orang kudus’ dalam 13:7, 10; 16:6; 17:6; dan 18:24 menunjukkan bahwa gereja secara nyata ada di atas bumi selama Masa Kesusahan. (3) Keterangan lain tentang orang-orang percaya dalam Masa Kesusahan tepat dipakai untuk orang-orang percaya pada Masa Kesusahan akan menjadi generasi terakhir dari orang-orang percaya di Abad Gereja dan bahwa mereka akan mengalami Masa Kesusahan.[28]


Kedatangan yang Kedua Kali

Pada akhir masa kesengsaraan barulah Tuhan datang untuk kedua kalinya. Inilah pengharapan orang Kristen. Kedatangan Tuhan tidak memiliki dua tahap yaitu kedatangan untuk dan bersama gereja. Kedatangan Tuhan hanya mengacu kepada satu peristiwa tunggal, dan kedatangan-Nya mengakhiri masa kesengsaraan yang besar, membangun kerajaan Allah di bumi dan menghantarkan masa milenium. Pada saat Tuhan orang yang telah percaya Tuhan yang telah mati akan dibangkitkan. Bersama dengan orang percaya yang masih hidup, mereka akan diangkat untuk bertemu dengan Tuhan dan kemudian kembali ke bumi untuk memerintah umat-Nya.

Paul Enns mengatakan, bahwa “Premilenialisme historik mengatakan bahwa berdasarkan Wahyu 19:6-10, pada saat kedatangan Kristus yang kedua, pesta perkawinan Domba akan terjadi, “persekutuan Kristus dengan pengantin perempuan-Nya, yaitu gereja. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam bahasa metafora (Mat. 25:1-13; 2 Kor. 11:2). Kristus menaklukan para musuh-Nya pada kedatangan-Nya yang penuh kemenangan, menyerahkan binatang buas dan para nabi palsu ke dalam lautan api (Why. 19:20). Si jahat juga akan diikat dalam lubang tak berdasar selama seribu tahun (Why. 20:2-3), dan pada akhir seribu tahun si jahat juga akan diserahkan pada lautan api (Why. 20:10).

“Kebangkitan yang pertama” menjabarkan kebangkitan tubuh dari orang kudus dari semua zaman (Why. 20:4-5); tidak akan ada pemisahan kebangkitan pada masa gereja orang-orang kudus dan orang kudus di Perjanjian Lama. Orang percaya yang mati dari semua zaman akan dibangkitkan pada kembalinya Kristus; orang tidak percaya yang mati akan dibangkitkan pada akhir milenium.”[29]

  
Milenium

Seperti postmilenialisme, pandangan posttribulasionisme melihat kerajaan Allah ada di atas bumi atau ada dalam hati manusia, dan dalam batasan waktu tertentu. Bagi para penganut posttribulasionisme, kerajaan itu ada pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kata basilea pada dasarnya berarti pemerintahan Allah dan bukan kerajaan/daerah dimana Ia menjadi penguasa. Ini berarti, kerajaan itu telah hadir; Kristus memerintah dalam hati semua orang percaya. Namun kerajaan ini akan diwujudkan sepenuhnya terutama pada masa yang akan datang.

Paul Enns mengatakan, “Pemerintahan Kristus tidak mulai pada beberapa peristiwa di masa yang akan datang. Ia sekarang memerintah dari surga. Kristus sekarang duduk di sebelah kanan Allah, memerintah sebagai Raja Mesianik. PB tidak membuat pemerintahan Kristus terbatas pada Israel di Milenium; itu merupakan pemerintahan spiritual di surga yang telah di mulai. Filipi 2:5-10 menetapkan bahwa Kristus sekarang ini bertakhta dan memerintah (lihat 1 Kor. 15:24; 1 Tim. 6:15). Kisah Para Rasul 2:34-35) (kutipan dari Mzm. 110:2) menunjukkan bahwa takhta Daud telah ditransfer dari Yerusalem ke surga. Jadi, pemerintahan Kristus bukan hanya pada zaman Milenial di masa yang akan datang, tetapi juga pada masa sekarang.”[30]

 

Pendukung Teori Postribulasi

George Eldon Ladd

George Eldon Ladd adalah professor Exegsis dan Teologi Perjanjian Baru di Fuller Theological Seminary sejak tahun 1950. Ia memperoleh gelar Bachelor of Divinity (B.D.) Di Gordon College dan Gordon Divinity School dan menerima Doctor of Philosofy (Ph.D.) dari Harvard University. Ia juga pernah menyelesaikan post-doctoral di Heidelberg University dan Basel University.

 

Millard J. Erickson

Milliard J. Erickson lahir pada tanggal 24 Juni 1932 di Stanchfield, Minnesota, tepatnya sebelah utara Minneapolis. Pendidikan dalam bidang sainsnya berasal dari University of Minnesota dan Bethel College. Sedangkan pendidikan teologinya diperoleh dari Bethel Theological Seminary dan kemudian dilanjutkan di Northern Baptist Theological Seminary di Chicago, dimana ia memperoleh gelar B.D.-nya pada tahun 1956. Dua tahun kemudian ia tertarik dalam bidang filsafat yang memimpinnya mengambil gelar M.A. dari University of Chicago. Gelar Ph.D. dalam bidang teologi sistematikanya diperoleh pada tahun 1963 dari Northwestern University bekerjasama dengan Garrett Theological Seminary, dimana ia belajar di bawah bimbingan William Hordern. Ia pernah menjadi gembala di Fairfield Avenue Baptist Church di Chicago pada tahun 1957. Pada tahun 1961, ia pindah ke Olivet Baptist Church di Minneapolis. Milliard J. Erickson memulai karir mengajarnya pada tahun 1964 dan ia menjadi asisten professor dalam bidang Biblika dan Apologetika di Wheaton College. Pada tahun 1969 ia pindah ke Bethel Theological Seminary dan mengajar bidang teologi dan pada tahun 1984, ia menjadi dekan di sekolah tersebut.

 

Pandangan Midtribulasi

Pandangan lain dari penganut premilenialisme sehubungan dengan tribulasi adalah penganut paham midtribulasi. Pandangan ini dianut oleh orang-orang yang tertarik untuk berada ditengah-tengah pandangan yang bertolak belakangan antara pretribulasi dan posttribulasi.

Golongan pandangan pengangkatan pertengahan ini mengajarkan bahwa orang percaya akan diangkat tepat pada pertengahan masa tujuh tahun dari tribulasi. Dengan demikian gereja akan mengalami masa sengsara setidaknya selama tiga setengah tahun, kemudian diangkat ke surga sehingga gereja tidak mengalami masa siksaan yang mengerikan dalam tiga setengah tahun yang kedua atau paruh yang kedua dari tribulasi.

Golongan midtribulasi berpendapat bahwa peristiwa pengangkatan akan terjadi di awan-awan pada pertengahan tujuh tahun yang terakhir sebelum kedatangan Kristus yang kedua kali. Oleh karena itu, sangat beralasan apabila gereja masuk dan mengalami masa siksaan sebelum diangkat.

Charles C. Ryrie, menjelaskan bahwa “Pandangan masa pengangkatan pertengahan Masa Kesusahan berpegang bahwa Masa Pengangkatan gereja akan terjadi pada saat pertengahan tujuh tahun Masa Kesusahan; yaitu setelah tiga setengah tahun berlalu. Menurut pandangan ini, maka hanya setengah bagian terakhir dari tujuh puluh minggu Daniel yang merupakan Masa Kesusahan. Hal ini menjadikan midtribulasionisme (pandangan pertengahan Masa Kesusahan) kadang-kadang dilukiskan sebagai suatu bentuk pra-Masa Kesusahan, karena pandangan ini mengajarkan bahwa Masa Pengangkatan terjadi sebelum Masa Kesusahan dalam tiga setengah tahun terakhir dari tujuh tahun.”[31]

Penjelasan yang serupa diungkapkan oleh Willmington yang mengatakan bahwa, “Pendapat ini setuju tentang masa kesukaran selama tujuh tahun, tetapi membedakan antara ketiga setengah tahun yang pertama, yang (menurut para penganutnya) mungkin dianggap sebagai “permulaan penderitaan” sesuai Matius 24:8, dengan ketiga setengah tahun berikutnya, yang adalah masa “siksaan” yang “dahsyat” sesuai Matius 24:21. Teori pertengahan masa kesukaran mengatakan bahwa keangkatan akan terjadi menurut Wahyu 11 pada waktu dua orang saksi dibangkitkan. Penjelasan yang umum dari pendapat teori pertengahan masa kesukaran itu adalah: “Kita mementingkan diri sendiri jika kita beranggapan bahwa gereja zaman kita akan luput dari penderitaan dan penghukuman. Mana keangkatan bagi banyak orang beriman bangsa Cina yang dibunuh oleh orang Jepang selama Perang Dunia II, atau orang Kristen Rusia yang dibunuh oleh penganut Komunis yang tidak percaya pada Tuhan?”[32]

Sedangkan Milliard J. Erickson mengatakan, “Midtribulasionisme mengajarkan bahwa gereja akan ada di atas bumi selama masa kesengsaraan dan dengan demikian akan mengalami sebagian dari masa kesengsaraan itu, tetapi kemudian gereja itu akan diangkat sebelum masa yang terburuk dari kesengsaraan itu. Pandangan pengangkatan sebagian melihat sebagian gereja diangkat sebelum masa kesengsaraan dan bagian lainnya tetap tinggal di bumi selama seluruh masa kesengsaraan itu. Dengan demikian pengangkatan itu terjadi sebelum masa kesengsaraan pada beberapa orang percaya dan sesudah masa kesengsaraan untuk orang-orang lainnya. Pandangan yang terakhir memahami kedatangan Kristus sebagai kedatangan yang segera dan terjadi sesudah masa kesengsaraan. Ketiga pandangan ini dengan demikian dapat dibedakan berdasarkan hal-hal yang dipisahkannya: (1) lamanya masa kesengsaraan, (2) kumpulan orang-orang percaya, (3) hubungan antara kedatangan Kristus yang segera dan terjadi sebelum masa kesengsaraan.”[33]

 

Pokok Ajaran

Pentecost menjelaskan sejumlah pokok penting dalam argumentasi golongan midtribulasi yang menyokong pandangan mereka. Pertama, pandangan ini menolak terhadap konsep rapture secara immanent, artinya tidak bisa dibenarkan apabila gereja akan terangkat ke surga bersama Kristus sebelum masa tribulasi. Kedua, janji mengenai tribulasi. Pandangan midtribulasi meyakini, bahwa janji tentang tribulasi ditujukan kepada gereja. Oleh karena itu, gereja harus menerima dengan kerelaan hati untuk masuk dan mengalami separuh dari masa tribulasi. Ketiga, pandangan ini menolak konsep gereja sebagai misteri. Oleh karena itu, wajar apabila gereja mengalami separuh dari masa tribulasi.

Charles C. Ryrie menjelaskan, “Pertama, penganut pertengahan Masa Kesusahan percaya betul-betul bahwa akan ada pencobaan dan penghakiman selama pertengahan pertama dari Masa Kesusahan, tetapi semua ini terjadi karena murka manusia, sedangkan penghakiman yang terjadi pada masa tiga setengah tahun yang kedua berasal dari murka Allah. Kedua, penganut midtribulasionisme menemukan dukungan terhadap pandangan mereka dalam pelajaran tentang pohon ara. Penjelasannya adalah sebagai berikut. Mat. 24:27 menunjukkan masa pengangkatan, sebab kata parousia yang digunakan di sana dipakai juga dalam pengangkatan di dalam 1 Tes. 4:15. Juga Mat. 24:31 dan 2 Tes. 2:1 menggunakan kata-kata ini dari akar kata yang sama (episynago). Ketiga, midtribulasionisme memperdebatkan bahwa sangkakala ketujuh, Why. 10:7, sesuai dengan sangkakala terakhir dalam 1 Kor. 15:52.”[34]

Pandangan Pretribulasi

Golongan ini memberikan bukti bahwa pandagan mereka juga diberitakan oleh kesaksian para bapa gereja. Itu berarti pandangan ini bukanlah pandangan baru, seperti yang dimaksudkan oleh sebagian orang.

Henry C. Thiessen mengatakan, “ada beberapa petunjuk mengenai kepercayaan bahwa mereka menantikan Kristus kembali sebelum masa kesengsaraan. Pertama, suatu paragraf yang menarik terdapat dalam kitab Gembala Hermas (Shepherd or Hermas) yang memberikan beberapa keterangan tentang pokok ini . . . Namun pandangan ini agak membingungkan karena ditempat lain ia mengatakan, “Berbahagialah kamu yang bertahan selama kesengsaraan besar yang akan datang. Kedua, Ireneus (sekitar 140-202 TM), nampaknya juga berpendapat bahwa gereja akan diangkat selama masa kesengsaraan. Namun, di bagian yang lain, ia juga mengajarkan bahwa gereja hadir pada hari-hari Antikristus. Jadi, sekalipun keyakinan para Bapa Gereja tentang masa kesengsaraan ini tidak jelas, dan nampakanya ada sedikit kebingungan, setidak-tidaknya hal ini disebut juga oleh mereka. Jelaslah bahwa para Bapa Gereja menganggap bahwa Tuhan hampir datang. Tuhan telah mengajarkan bahwa gereja harus mengharapkan kedatangan-Nya pada setiap saat, dan gereja menantikan kedatangan-Nya akan terjadi pada zaman mereka sehingga mengajarkan bahwa kedatangan Kristus secara pribadi akan segera terjadi.[35]


Defenisi

Pandangan pretribulasi meyakini bahwa gereja akan terluput sebelum masa kesengsaraan selama tujuh tahun dimulai. Pandangan pretribulasi mengajarkan, bahwa “gereja tidak akan mengalami masa kesengsaraan, sebab Kristus akan datang untuk gereja-Nya sebelum masa tribulasi yang mendahului kedatangan Kristus ke bumi untuk mendirikan Kerajaan Seribu Tahun.”[36] John Nelson Darby sebagai pendukung teori ini mengatakan, bahwa “pengangkatan oleh Kristus akan terjadi sebelum masa kesengsaraan.”[37] Berkaitan dengan hal itu Charles C. Ryrie dalam bukunya Dispensationalism: Dari Zaman ke Zaman mengatakan bahwa, “gereja akan diambil dari dunia sebelum awal tribulasi.[38]


Interpretasi

Sistem penafsiran premilenialisme Dispensaionalis mengunakan sistem interpretasi literal. Interpretasi ini menggunakan pendekatan normal terhadap pengertian kata-kata. Akan tetapi, ini tidak berarti, bahwa penganut Dispensasionalisme tidak menerima bahasa figuratif, golongan ini menerima asalkan Alkitab itu sendiri menyatakannya dan jika interpretasi tersebut tidak logis dipergunakan.

Paul Enns mengatakan, bahwa “Ada dua hal dasar yang menunjukan bahwa premilenialisme dispensasional. (1) Hermeneutik harafiah. Interpertasi harafiah menunjuk pada interpertasi “normal” yaitu mengerti kata dan pernyataan dalam cara normal dan biasa. Karena nubuatan tentang kedatangan Kristus yang pertama kali digenapi secara harafiah, maka masuk akal kalau mengharapkan nubuatan tentang kedatangan-Nya yang kedua kali diinterpretasikan secara harafiah. Lebih lanjut, apabila nubuatan dirohaniakan, maka semua objektivitasnya akan hilang. Premilenialisme dispensasional menekankan keonsistenan dalam penafsiran, dengan menafsirkan nubuat secara harfiah. Dalam hal ini, premilenialis mengkritik amilenialis konservatif dan postmilenialis karena mengubah metodologi mereka dalam hermeneutik dengan menafsirkan secara harafiah kecuali dalam kasus nubuat. (2) Perbedaan antara Israel dan gereja. Istilah Israel menunjuk pada keturunan Yakub secara fisik; Tidak ditemui di mana pun yang mana hal ini menunjuk pada gereja. Maskipun non-dispensasionalis seringkali menunjuk pada gereja sebagai “Israel yang baru”, tidak ada dukungan Alkitab yang mengatakan demikian. Banyak bagian Alkitab yang mengindikasikan Israel tetap dinyatakan sebagai kesatuan yang terpisah setelah kelahiran dari gereja (Rm. 9:6; 1 Kor. 10:32). Israel diberikan janji tanpa syarat (kovenan) dalam PL yang harus digenapi dengan Irael dalam kerajaan milenial. Gereja dipihak lain, adalah satu kesatuan yang berbeda di PB, yang lahir pada Pentakosta (1 Kor. 12:13) dan tidak ada di PL, demikian juga nubuatan di PL (Ef. 3:9). Hal itu ada di Pentakosta (Kis. 2) sampai pengangkatan (1 Tes. 4:13-18). Di sini terletak alasan untuk percaya dalam pengangkatan sebelum tribulasi. Tujuan dari tribulasi ini adalah untuk menghakimi orang non-Yahudi yang tidak percaya dan untuk mendisiplin ketidaktaatan orang Israel (Yer. 30:7); gereja tidak memiliki tujuan atau tempat di tribulasi.”[39]

Sedangkan Henry C. Thiessen mengatakan, “Tanpa pembahasan yang panjang lebar tentang aspek ini dalam wahyu alkitabiah, kita melihat bahwa gereja dan Israel merupakan dua wujud yang berbeda. Keyakinan ini dapat dilihat dari beberapa hal. (1) Pada masa lalu Allah terutama berurusan dengan Israel; sekarang Ia berurusan dengan gereja. (2) Israel adalah suatu bangsa; gereja adalah sekelompok orang yang dipanggil keluar dari antara berbagai bangsa. (3) Ketujuh puluh minggu Daniel hanya berhubungan dengan Israel sedangkan gereja termasuk dalam jangka waktu antara minggu keenam puluh sembilan dengan minggu ketujuh puluh. (4) Kristus akan kembali ke Israel untuk mendirikan kerajaan; sedangkan Ia akan kembali untuk gereja agar dapat mengangkat gereja untuk tinggal bersama-sama dengan Dia. Dan (5) Perjanjian-perjanjian yang agung dari Perjanjian Lama dibuat dengan Abraham dan keturunannya, Israel (Kej. 12:1-3; 2 Sam. 7:11-16; Yer. 31:31-34); gereja hanya ikut menikmati berkat-berkat rohaninya dan belum menikmati berkat-berkat jasmaninya (Rm. 4:11; 1 Kor. 11:25; 2 Kor. 3:6; Ibr. 10:16, 17).”[40]

Kovenan

Premilenialisme dispensasional memiliki pengajaran tentang kovenan yang berbeda dengan kovenan amilenialisme. Kovenan ini terdapat dalam Alkitab.

“Meskipun Wahyu 20:4-5 meneguhkan premilenialisme dispensasional, hal itu bukan fondasi untuk itu; fondasi dari premilenialisme dispensaional ditemukan dalam kovenan dari PL. kovenan ini haraiah, tak bersyarat, dan kekal. tidak ada kondisi yang melekat pada kovenan-kovenan itu, dan dengan demikian mereka menjanjikan secara setara kepada Israel suatu tanah di masa yang akan datang, pemerintahan mesianik, dan berkat-berkat rohani. (1) Kovenan Abrahamik. Dijabarkan di Kejadian 12:1-3, kovenan Abrahamik menjanjikan suatu tanah (ay.1; lihat 13:14-17; kemudian dikembangkan dalam Kovenan Palestina); keturunan yang sangat banyak menghasilkan suatu bangsa, kerajaan dan takhta (ay.2; lihat 13:16; 17:2-6; kemudian berkembang dalam Kovenan Daud); dan penebusan (ay.3 lihat 22:18; kemudian berkembang dalam Kovenan Baru). (2) Kovenan Palestina (Ul. 30:1-10). Kovenan ini menjamin hak permanent dari Israel atas tanah itu. Hal itu adalah tanpa syarat, sebagaimana yang terlihat dalam pernyataan “Allah akan”, tanpa berbicara tentang obligasi. Kovenan ini menjanjikan bahwa pada akhirnya Israel akan kembali ke tanah itu dalam pertobatan dan iman (ay.2) dalam situasi di mana Allah akan memakmurkan mereka (ay.3). Kovenan ini akan digenapi dalam Milenium. (3) Kovenan Davidik (2 Sam. 7:12-16). Provisi dari kovenan ini diringkaskan dalam ayat 16 dengan perkataan “rumah”, menjanjikan kerajaan dalam keturunan Daud, “kerajaan” menunjuk pada suatu bangsa yang diperintah oleh seorang raja; “takhta” menekankan pada otoritas dari pemerintahan seorang raja; “selamanya” menekankan nature yang kekal dan tidak bersyarat dari janji ini pada Israel. Kovenan ini akan digenapi pada waktu kembalinya Kristus untuk memerintah atas orang Israel yang percaya. (4) Kovenan Baru (Yer. 31:31-34). Kovenan ini menyediakan dasar di mana Allah akan memberkati Israel di masa yang akan datang, yaitu Israel akan menikmati pengampunan dari dosa melalui hasil dari kematian Kristus. Natur tanpa syarat dari kovenan ini sekali lagi terlihat dalam pernyataan “Aku akan” di ayat 33-34.”[41]

Pengangkatan

Pengangkatan gereja bertujuan untuk melepaskan gereja dari masa kesusahan besar. Kedatangan Kristus untuk gereja akan meliputi orang-orang percaya yang diangkat dari bumi dan bertemu Tuhan di angkasa. Kristus tidak akan turun ke bumi, seperti yang akan dilakukan Tuhan pada saat kedatangan-Nya yang kedua ketika Ia turun di bukit Zaitun. Tujuan dari pengangkatan ini adalah melepaskan gereja dari sejarah dunia selama masa kesengsaraan tujuh tahun itu. Perbedaan antara gereja dan Israel. Secara tegas golongan ini mengatakan ada perbedaan antara gereja dan Israel.

Paul Enns menjelaskan bahwa, “Istilah pengangkatan berasal dari terjemahan latin, artinya “di bawa ke atas”, di 1 Tesalonika 4:17. Pengangkatan, yang dibedakan dengan kedatangan kedua dari Kristus, diajarkan di Yohanes 14:1-3; 1Korintus 15:51-57; dan 1Tesalonika 4:13-18. Sebelum kedatangan Trbulasi, Kristus akan turun dari surga, mengangkat gereja untuk bersama-sama dengan diri-Nya, sedangkan Tribulasi adalah dilepaskan atas dunia yang tidak bertobat dan tidak percaya.

Pengangkatan sebelum tribulasi didukung oleh sejumlah alasan. (1) Natur dari Tribulasi. Minggu ketujuh puluh dari Daniel, yaitu Tribulasi, adalah turunnya murka Allah selama tujuh tahun (Why. 6:16-17; 11:18; 14:19; 15:1; 16:1, 19); hal itu dijabarkan sebagai penghakiman Allah (Why. 14:7; 15:4; 16:5-7; 19:2) dan penghukuman Allah (Yes. 24:21-22). (2) Lingkup dari Tribulasi. Seluruh bumi akan tercakup (Yes. 24:1, 3, 4, 5, 6, 21; 34:2). Hal itu juga melibatkan hukuman atas Israel (Yer. 30:7; Dan.9:24). Apabila ini merupakan lingkup dari tribulasi, maka tidak masuk akal apabila gereja akan ada di atas bumi untuk mengalami murka Allah. (3) Tujuan dari Tribulasi. Tujuan Allah atas Tribulasi adalah untuk menghakimi orang di atas bumi (Why. 6:10; 11:10; 13:8, 12, 14; 14:16; 17:8) dan untuk mempersiapkan Israel untuk Rajanya (Yeh. 36:18-32; Mal. 4:5-6). Semuanya itu tidak menyinggung gereja. (4) Kesatuan dari Tribulasi. Tribulasi adalah tujuh puluh minggu dari Daniel; Daniel 9:24 membuat jelas bahwa hal itu menunjuk pada Israel. (5) Pengecualian pada Tribulasi. Gereja adalah pengantin perempuan Kristus, objek dari kasih Kristus, bukan murka-Nya (Ef. 5:25). Hal itu akan merupakan kontradiksi dari relasi sesungguhnya antara Kristus dengan gereja, karena gereja harus melalui penghukuman pada masa Tribulasi. Pernyataan yang khusus meneguhkan gereja akan dipelihara dari Tribulasi (lihat Rm. 5:9; 1 Tes. 5:9; 2 Tes. 2:13; Why. 3:10). (6) Hal-hal yang terjadi sebelum Tribulasi. Tanda-tanda di Matius 24 (dan banyak ayat lain) ditujukan pada Israel tentang kedatangan Kristus yang kedua; namun demikian, tidak ada tanda-tanda diberikan pada gereja untuk mengantisipasi pengangkatan (yang berarti hal itu akan terjadi tiba-tiba, sebagaimana yang diteguhkan oleh pretribulasionis). Gereja telah diberitahukan untuk hidup dalam terang kedatangan Tuhan yang segera untuk menerjemahkan mereka ke dalam kehadiran-Nya (Yoh. 14:2-3; Kis. 1:11; 1 Kor. 15:51-52; Flp. 3:20; Kol. 3:4; 1 Tes. 1:10; 1 Tim. 6:14; Yak. 5:8; 2 Ptr. 3:3-4).”[42]

Tribulasi

Para penganut pandangan ini percaya bahwa tujuan utama dari tribulasi bukan untuk menyucikan gereja atau mendisiplinkan orang percaya. Ada beberapa argument yang dipegang kuat oleh para penganut pretribulasi bahwa gereja tidak mengalami masa kesengsaraan. Pertama, argumentasi kontekstual, yaitu saat Paulus menjelaskan berita pengharapan, bahwa Kristus akan mengangkat gereja-Nya (1 Tes. 4:13-18). Oleh karena itu, rasul memberitahukan agar jemaat di Tesalonika senantiasa mengenakan perlengkapan roani. Saat Paulus menyampaikan hal ini murka belum terjadi. Paulus tidak sedang membicarakan masa tribulasi yang sudah berakhir atau sedang berlangsung melainkan menjelaskan peristiwa yang belum terjadi. Kedua, argumentasi teologis, Allah tidak menetapkan umat-Nya untuk mengalami masa kesengsaraan. Oleh karena kasih anugerah Allah yang besar kepada gereja-Nya. Karena masa tribulasi itu terutama murka Allah, dan karena orang percaya tidak ditetapkan untuk menerima murka, maka gereja akan diangkat sebelum masa tribulasi. Dengan kata lain, pengangkatan terjadi sebelum masa sengsara. Ketiga, tujuan tribulasi, salah satu alasan mengapa gereja tidak mengalami masa kesengsaraan adalah tujuan tribulasi itu sendiri.

Milliard J. Erickson, menjelaskan “Kesengsaraan yang besar ini memiliki tujuan ganda yang pasti: (1) untuk menggenapi “zaman bangsa-bangsa kafir” (Luk. 21:24), dan (2) untuk mempersiapkan dan pengumpulan Israel kembali pada pemerintahan milenium Kristus setelah kedatangan-Nya yang kedua. Dengan demikian kesengsaraan ini berfungsi sebagai masa transisi dalam rencana Allah.”[43]

Sedangkan Paul Enns menjelaskan bahwa, “Tribulasi adalah minggu ketujuhpuluh dari Daniel (Dan. 9:27) satu minggu menurut terminologi nabi sama dengan tujuh tahun. Hal itu adalah minggu terakhir dari tujuhpuluh minggu (490 tahun), nubuta tentang masa depan Israel (Dan. 9:24-27), yang dimulai 444 SM. Minggu keenampuluh sembilan (483 tahun) diakhiri dengan kematian Kristus (Dan.9:26). Ada gap antara minggu keenampuluh sembilan (33 M) dan minggu ketujuhpuluh (periode tribulasi yang akan datang). Pada minggu ketujuhpuluh dari Daniel, Tribulasi memiliki petunjuk secara khusus pada Israel (bukan gereja), karena Daniel diberitahu, “Tujuhpuluh kali tujuh masa telah ditetapkan atas bangsamu” (Dan. 9:24). Pada waktu Yesus merinci peristiwa Tribulasi di Matius 24-25, Ia menjelaskan pada para murid, apa yang akan terjadi pada bangsa Israel, menunjukkan Tribulasi itu pada Israel.

Tribulasi akan mulai dengan penandaan dari kovenan oleh binatang buas, yang menjanjikan untu melindungi Israel (Dan. 9:27). Secara teknis, pengangkatan tidak memulai Tribulasi; mungkin akan ada periode singkat dari waktu antara pengangkatan gereja dan penandatangan kovenan itu. Tribulasi akan melibatkan penghakiman Allah atas dunia yang tidak percaya, sebagai yang dirinci di Wahyu 6-19. Rangkaian urutan yang terdiri dari meterai, sangkakala, dan cawan penghakiman di Wahyu merinci penghakiman Allah atas orang tidak percaya, puncaknya dalam kemenangan kembalinya Kristus ke bumi dengan pengantin perempuan-Nya, yaitu gereja (Why. 19:11-21).

Nubuat tentang tahun menunjuk pada 360 hari, dengan penekanan pada setengah dari bagian akhir masa Tribulasi, yang disebut Tribulasi besar (Mat. 24:21) dan menunjuk pada 42 bulan (Why. 11:2) atau 1260 hari (Why. 11:3).

Natur dan tujuan dari Tribulasi adalah penting dalam menyelesaikan isu dari peran serta gereja dalam hal ini. (1) Natur dari Tribulasi. Telah diperlihatkan bahwa Tribulasi adalah waktu pencurahan murka Allah (1 Tes. 1:10; Why. 6:16, 17; 11:18; 14:19; 15:11; 16:1, 19); itu adalah waktu penghukuman (Yes. 24:20-21); waktu kesukaran (Yer. 30:7; Dan. 12:1); waktu dari penghancuran besar (Yl. 1:15; 1 Tes. 5:3); waktu dari desolasi (Zef. 1:14, 15); waktu dari penghakiman (Why. 14:7; 16:5; 19:2). Apabila gereja adalah objek dari kasih Allah, bagaimana gereja dapat ada pada masa Tribulasi itu?

(2) Sumber dari Tribulasi. Postribulasionis mengusulkan Tribulasi adalah waktu dari murka Setan, bukan Allah. Penekanan Kitab Suci, namun demikian adalah bahwa Tribulasi adalah waktu murka Allah yang dicurahkan dalam penghakiman atas dunia yang tidak percaya (Yes. 24:1; 26:21; Zef. 1:18; Why. 6:16-17; 11:18; 16:19; 19:1-2, dll).

(3) Tujuan dari Tribulasi. Tujuan pertama dari Tribulasi adalah membawa Israel pada pertobatan, dimana akan dicapai melalui displin Allah dalam hubungan dengan umat-Nya Israel (Yer. 30:7; Yeh. 20:37; Dan. 1:2; Za. 13;8-9). Tujuan kedua dari Tribulasi adalah untuk menghakimi orang dan bangsa yang tidak percaya (Yes. 26:21; Yer. 25:32-33; 2 Tes. 2:12).”[44]

 

Kursi Penghakiman

Fakta tentang bema pengadilan terdapat dalam Kitab Suci, dan tujuan dari pengadilan ini bukanlah untuk menghukum orang percaya, tetapi pemberian upah.

“Kursi penghakiman Kristus disebutkan dalam Roma 14:10, 1 Korintus 3:9-15, dan 2 Korintus 5:10). Hal itu tidak menunjuk pada suatu penghakiman tentang tujuan kekal tetapi tentang mengupahi orang percaya di masa gereja untuk kesetiaan. Istilah kursi penghakiman (Yunani, bema) diambil dari permainan orang Yunani dimana atlet yang sukses dihadiahi kemenangan dalam kontes atlet. Paulus menggunakan gambaran ini untuk menunjuk pada pemberian hadiah bagi orang percaya di zaman gereja. Tujuan dari kursi penghakiman itu akan berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan dalam tubuh, baik itu yang baik atau yang sia-sia (2 Kor. 5:10). Pekerjaan orang percaya akan diteliti (1 Kor. 3:13), apakah itu melalui usaha sendiri atau apakah itu dilakukan oleh Allah melalui individual. Apabila pekerjaan orang percaya tidak bertahan, ia diselamatkan tetapi tidak menerima hadiah (1 Kor. 3:15); apabila pekerjaan orang percaya adalah murni; ia akan diberi hadiah (1 Kor. 9:25; 1 Tes. 2:19; 2 Tim. 4:8; 1 Ptr. 5:4; Yak. 1:12).

Pemberian upah yang terjadi sebelum kedatangan yang kedua dapat terlihat dari pengantin perempuan itu telah diberi upah pada waktu kembali bersama Kristus (Why. 19:8).”[45]

Sedangkan Milliard J. Erickson menjelaskan, bahwa “Pada masa ini semua orang Kristen akan dihakimi (2 Kor. 5:10). Mereka akan berada di hadapan takhta pengadilan Kristus dan akan dihakimi menurut pekerjaan mereka. Penghakiman ini tidak akan meluas pada semua orang yang pernah hidup, atau bahkan terhadap semua orang yang pada akhirnya diselamatkan. Penghakiman ini hanya berkaitan dengan “kita semua”, yaitu orang-orang yang percaya kepada Kristus selama zaman sekarang (yaitu gereja).”[46]

Pernikahan Anak Domba

Tak lama sesudah bema (takhta pengadilan Kristus), maka pernikahan Anak Domba akan diadakan tersendiri di surga. Setelah itu perjamuan kawin Anak Domba akan diadakan di depan umum di dunia sesudah kedatangan Kristus yang kedua kali.

“Sebelum kedatangan kedua, pernikahan Kristus dengan gereja terjadi di surga. Pada waktu Kristus kembali dengan pengantin perempuan-Nya di Wahyu 19:7, pernikahan itu telah terjadi. Pernikahan itu memiliki referensi pada gereja dan terjadi di surga, dimana perjamuan pernikahan memiliki referensi pada Israel dan terjadi di atas bumi dalam bentuk kerajaan Milenial.”[47]

Kedatangan Kristus yang Kedua

Kedatangan Tuhan kedua kali ini berbeda dengan kedatangan-Nya di udara. Kedatangan Tuhan di udara untuk menjemput umat-Nya yakni gereja. Sedangkan kedatangan-Nya di bumi adalah untuk menyatakan diri-Nya dan umat-Nya. Kristus akan bersama umat-Nya menyatakan diri-Nya (Kol. 3:4).

“Pada akhir dari Tribulasi Kristus akan kembali secara fisik ke bumi (Za. 14:4) untuk menghakimi dan memulai kerajaan Milenial (Za. 14:9-21; Mat. 25:31; Why. 20:4). Orang-orang kudus PL dan Tribulasi akan dibangkitkan pada waktu itu untuk mewarisi kerajaan (Why. 20:4). Pada kedatangan kedua, Kristus akan menghakimi orang Yahudi dan non-Yahudi. Orang Yahudi akan dihakimi dengan dasar kesiapan mereka akan kembali-Nya (Mat. 25:1-13). Orang yang diselamatkan akan masuk ke daam kerajaan Milenial (Mat. 25:21), sedangkan yang tidak percaya akan dilemparkan ke dalam kegelapan yang sangat dalam (Mat. 25:30). Orang non-Yahudi yang tidak percaya akan dihakimi dalam lembah Yehosafat (Lembah Kidron, Za. 14:4) berkaitan dengan perlakuan mereka terhadap orang Yahudi (Yl. 3:2; Mat. 25:40). Respon positif akan mengindikasikan kepercayaan mereka pada Mesias. Hal ini akan mewarisi kerajaan (Mat. 25:34), sedangkan ketidakpercayaan akan diserahkan pada penghukuman kekal (Mat. 25:46).”[48]

 

Kerajaan Milenial

Kedatangan Tuhan untuk mendirikan Kerajaan selama seribu tahun lamanya. Pada masa ini Kristus adalah Raja di atas segala raja. Kerajaan Milenial ini bukanlah kerajaan yang ada pada saat ini, dan juga kerajaan ini tidak akan berbaur dengan kerajaan-kerajaan yang ada di dunia saat ini, melainkan menggantikan kedudukan kerajaan-kerajaan dunia ini.

“Pada waktu Kristus kembali ke bumi, Ia akan menyatakan diri-Nya sebagai Raja di Yerusalem, duduk di atas takhta Daud (Luk. 1:32-33). Kovenan-kovenan yang tanpa syarat menuntut kembalinya Kristus secara fisikal dan harfiah untuk mendirikan kerajaan. Kovenan Abrahamik menjanjikan Isrel suatu tanah, keturunan dan penguasa, dan berkat rohani (Kej. 12:1-3). Kovenan Palestina menjanjikan Israel suatu restorasi pada tanah dan menetap di tanah (Ul. 30:1-10); kovenan Davidik menjanjikan seorang penguasa untuk takhta Daud (2 Sam. 7:16); kovenan Baru menjanjikan pengampunan bagi Israel, alat dimana bangsa itu akan diberkati (Yer. 31:31-34). Pada kedatangan kedua, kovenan-kovenan itu akan digenapi sebagaimana Israel dikumpulkan kembali dari antara bangsa-bangsa (Mat. 24:31), bertobat (Za. 12:10-14), dan dipulihkan pada tanah di bawah pemerintahan Mesias mereka.

Kondisi selama Milenium akan memberikan lingkungan yang sempurna secara fisik dan rohani. Itu adalah waktu damai (Mi. 4:2-4; Yes.32:17-18); sukacita (Yes. 61:7); penghiburan (Yes. 40:1-2); dan tidak ada kemiskinan (Am. 9:13-15) atau sakit penyakti (Yes. 35:5-6). Karena hanya orang percaya yang memasuki Milenium, itu adalah waktu untuk keadilan (Mat. 25:37; Mzm. 24:3-4); ketaatan (Yer. 31:33); kekudusan (Yes. 35:8); kebenaran (Yes. 65:16); dan kepenuhan dari Roh Kudus (Yl. 2:28-29).

Kristus akan memerintah sebagai raja (Yes. 9:3-7; 11:1-10), dengan Daud sebagai wali (Yer. 33:15, 17, 21; Am. 9:11); bangsawan dan gubernur pun akan memerintah (Yes. 32:1; Mat. 19:28; Luk. 19:7).

Yerusalem akan menjadi pusat dunia dan pemerintahan (Za. 8:3), bangkit secara fisik untuk menyatakan keunggulannya (Za. 14:10). Akan ada perubahan topografikal di Israel (Za. 14:4, 8, 10).

Pada akhir Milenium orang mati yang tidak diselamatkan pada semua zaman akan dibangkitkan dan dihakimi di depan takhta putih yang akbar. Mereka akan divonis dan dilemparkan ke lautan api, sebagai tempat tinggal mereka yang terakhir (Why. 20:11-15). Si jahat, binatang buas (antikristus), dan para nabi palsu akan juga dilemparkan ke lautan api (Why. 20:10).”[49]

Tempat Kekal

Setelah berakhirnya kerajaan seribu tahun secara literal, maka orang-orang percaya Tuhan akan segera bersama dengan Tuhan selamanya dan akan masuk ke dalam tempat kekal selamanya bersama dengan Allah.

“Setelah Milenium, surga dan bumi akan dihakimi (2 Ptr. 3:10), karena mereka adalah wilayah pemberontakan Setan melawan Allah. tempat kekal, tempat tinggal sema orang yang telah ditebus (Ibr. 12:22-24), akan diantar masuk ke dalamnya (Why. 21-22).”[50]

 
Pendukung Teori Pretribulasi

John Nelson Darby (1800-1882)

John Nelson Darby adalah tokoh penting dalam gerakan Dispensasionalisme pada abad ke-19. John Nelson Darby lahir di London dari keluarga berkebangsaan Irlandia. Ia belajar di Trinity College, Dublein, dan menyelesaikan gelar sarjananya pada usia delapan belas tahun. Ia juga pernah ditahbiskan di Church of England. Karena persatuan antara Church of England dengan negara, Darby meninggalkan pelayanannya, dan kemudian Darby pindah ke Plymouth, Inggris, dimana pada tahun 1831 pelayanan memecah-mecahkan roti dimulai. Pada tahun 1840 kurang lebih ada delapan ratus orang yang menghadiri gereja yang dimulainya ini, dan akhirnya kelompok ini disebut Plymouth Brethern, yang mana mereka tidak mau mengidentifikasi gereja ini sebagai denominasi melainkan sebagai kumpulan saudara (brethren). Kemudian Darby menyebarkan gerakan ini melalui perjalanannya ke Jerman, Italia, Amerika dan Selandia Baru.

Lewis Spery Chafer (1871-1952)

Dr. Lewis Spery Chafer lahir pada tanggal 27 Februari 1871 di Rock Creek, Ohio, anak seorang pelayan gereja Conggregational. Lewis Spery Chafer adalah pendiri dan presiden pertama Dallas Theological Seminary, Dallas, Texas. Dari tahun 1924-1952 Chafer melayani sebagai presiden dan professor teologi sistematika di sekolah yang didirikannya tersebut. Pandangan dispensasionalnya dengan jelas terlihat dalam kedelapan volume Sistematika Teologinya.


John F. Walvoord

John Flipse Walvoord lahir pada tanggal 1 Mei 1910 di Sheboygan, Wisconsin, anak ketiga dari Garrett Walvoord dan Mary Flipse Walvoord. Ia menerima gelar Bachelor of Art (A.B.) dan Doctor of Divinity (D.D.) dari Wheaton College; Master of Art (A.M.) dari Texas Christian University; Bachelor of Theology (Th.B.), Master of Theology (Th.M.) dan Doctor of Theology (Th.D.) dari Dallas Theological Seminary. Ia pernah menjadi presiden dari Dallas Theological Seminary menggantikan Dr. Lewis S. Chafer, pendiri Dallas. Ia juga pernah menjabat sebagai chancellor di sekolah yang sama. Dan akhirnya ia juga pernah menjabat sebagai presiden Evangelical Theological Society.



[1] Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology: Buku Pegangan Teologi, 1:473.
[2] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab, 2:256.
[3] Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, 237.
[4] Milliard J. Erickson, Teologi Kristen, 3:547.
[5] Milliard J. Erickson, Teologi Kristen, 548-550
[6] John F. Walvoord, Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab, 16-17.
[7] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab, 2:256.
[8] Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, 238.
[9] Milliard J. Erickson, Teologi Kristen, 538
[10] Louis Berkhof, Teologi Sistematika, 6:107.
[11] Tim Lahaye dan Jerry B. Jennkins, Apakah Kita Hidup di Akhir Jaman, 256.
[12] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2, 251-252.
[13] Milliard J. Erickson, Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi: Sebuah Studi Tentang Milenium, 78.
[14] Milliard J. Erickson, Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi: Sebuah Studi Tentang Milenium, 83.
[15] J. Dwight Pentecost, Things to Come, (Grand Rapids: Zonderan Publishing House, 1980), 372.
[16] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, 564-566.
[17] William W. Menzies dan Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab, 236-237.
[18] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab, 2:306.
[19] R.A. Taylor, Revelation: A Reference Commentary, 19.
[20] Milliard J. Erickson, Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi: Sebuah Studi Tentang Milenium, 185-186.
[21] Peter Wongso, Hermeneutik Eskatologi: Metode Penafsiran Ajaran Akhir Jaman, 307-309.
[22] John F. Wlvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita, 245.
[23] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, 573.
[24] J. Dwight Pentecost, Things to Come, 165-169.
[25] Milliard J. Erickson, Teologi Kristen, 560.
[26] Milliard J. Erickson, Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi, 194-195.
[27] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 482.
[28] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2, 339-340.
[29] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 482-483.
[30] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 483.
[31] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2, 331.
[32] H.L. Willmington, Eskatologi: Studi Alkitabiah yang Dibutuhkan Tentang Akhir Zaman, 19.
[33] Milliard J. Erickson, Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi, 208-209.
[34] Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2, 332-334.
[35] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, 575-576
[36] John F. Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita, 245-246.
[37] Tim Lahaye, Penyingkapan Kitab Wahyu, 139
[38] Charles C. Ryrie, Dispensationalism: Dari Zaman ke Zaman, 218.
[39] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 484-485.
[40] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematik, 579-580.
[41] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 485-486.
[42] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 486-487.
[43] Milliard J. Erickson, Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi, 161.
[44] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 487-488.
[45] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 488.
[46] Milliard J. Erickson, Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi, 162.
[47] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 488.
[48] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 489.
[49] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 489-490.
[50] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Buku Pegangan Teologi, 490.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar